Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, berniat untuk menerapkan kembali hukuman mati agar dapat menggantung "polisi nakal" yang membunuh seorang pebisnis Korsel dan mengirim kepalanya ke Seoul.
"Saya akan memastikan mereka [polisi] mendapat hukuman maksimal. Saya akan eksekusi mereka, menggantung 20 polisi itu dalam sehari," tutur Duterte seperti dikutip
Reuters, Jumat (27/1).
"Kalian polisi anak pelacur. Kalian akan menderita. Saya akan mengirimkan kepala kalian ke Korsel," ujarnya menambahkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pebisnis Korsel bernama Ji Ih-joo itu diculik dan dibunuh pada Oktober lalu. Menurut pengakuan sang istri, para penculik berupaya memeras keluarganya dengan meminta sejumlah uang tebusan.
Istri pengusaha itu telah membayar sekitar 5 juta peso atau setara Rp1,3 miliar. Namun, sang penculik masih menginginkan sekitar 4,5 juta peso tambahan.
Badan Penyelidik Nasional Filipina (NBI) mengonfirmasi bahwa Ji ternyata sudah dibunuh tak lama setelah diculik. Dari delapan tersangka yang sudah ditahan polisi, tiga di antaranya merupakan anggota kepolisian yang kini masih terus diinterogasi.
Media lokal menyebut, salah satu pelaku merupakan anggota polisi bernama Isabel. Ia dan beberapa orang suruhannya dilaporkan membunuh Ji dengan dalih menjalankan kampanye anti-narkoba.
Kasus pembunuhan ini terjadi di tengah merebaknya kritik publik dan parlemen terhadap aparat kepolisian di negara itu.
Sejumlah kelompok pemerhati HAM dan anggota parlemen menyebut, banyak anggota polisi menyalahgunakan impunitas hukum yang diberikan Duterte terkait kampanye memberangus kriminal narkoba selama ini.
Sejak kampanye tersebut digelar, sekitar 6.000 terduga pengedar narkoba tewas tanpa proses peradilan yang jelas.
Tak sedikit kecaman komunitas internasional menghujani Duterte akibat kampanye "brutalnya" tersebut, dengan menduga bahwa mantan wali kota Davao itu telah melakukan pembunuhan massal di negaranya.
Tak hanya itu, dirinya pun telah mengusukan kembali rancangan undang-undang hukuman mati pada Kongres sekitar Juni lalu, yang pernah di cabut pada 2006 silam lantaran memicu tekanan dari kelompok-kelompok gereja.
(has)