Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Luar Negeri RI masih mendesak Malaysia untuk segera memberikan akses kekonsuleran untuk mendampingi pemegang paspor Indonesia yang ditangkap oleh otoritas Malaysia terkait pembunuhan Kim Jong-nam. Alasannya, mereka belum dapat memastikan orang tersebut adalah benar seorang WNI, sesuai dengan paspor asli yang dipegangnya.
“Paspor memang sudah dikonfirmasi benar dari Indonesia, tapi kami belum mengetahui orang yang ditahan saat ini adalah WNI, sesuai paspor tersebut. Makanya kami butuh akses konsuler,” ujar juru bicara, Arrmanatha Nasir, di kantornya, Jakarta, Kamis (23/2).
Dia mengatakan akses kekonsuleran ini adalah satu-satunya jalan bagi pemerintah untuk mengonfirmasi kewarganegaraan perempuan yang memegang paspor atas nama Siti Aisyah itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Pemerintah belum bisa berbuat banyak karena hingga hari ini perwakilan kita di Kuala Lumpur belum dapat akses konsuler kepada yang bersangkutan SA [Siti Aisyah],” ujarnya.
Dia menegaskan, akses kekonsuleran adalah hak setiap warga negara yang tersangkut kasus hukum atau permasalahan di negara asing. Setiap pemerintah wajib memberikan akses konsuler jika ada warga negara asing yang terjerat urusan hukum di kawasannya.
“Seperti tertuang dalam Konvensi Wina Tahun 1956 tentang hubungan konsuler. Dalam pasal 36 di situ disebutkan bahwa kewajiban negara yang menahan untuk memberi akses konsuler, yang saat ini sama sekali belum diterima Indonesia,” ujar Arrmanatha.
Arrmanatha juga mengatakan, Menlu RI Retno Marsudi sudah bertemu dengan Menlu Malaysia Dato Sri Anifah dan meminta Negeri Jiran untuk sesegera mungkin memberikan akses konsuler tersebut. Pertemuan keduanya terjadi di sela-sela pertemuan menteri negara ASEAN di Filipina 20 Februari kemarin.
Perempuan pemegang paspor ini ditangkap dua hari setelah Kim Jong-nam, kakak tiri Kim Jong-un, tewas diracun di bandara Kuala Lumpur, Malaysia, awal pekan lalu. Kemlu menyatakan kabar penangkapan Siti pertama kali mereka dapatkan melalui pemberitaan media, bukan pemberitahuan resmi dari pemerintah Malaysia.
Arrmanatha menyatakan, pihaknya baru mendapatkan nota diplomatik terkait penangkapan Siti pada 17 Februari.
“Segera kabar penangkapan itu kami terima, kami langsung meminta akses konsuler dan berupaya mengonfirmasi kebenarannya. Indonesia bagaimana pun tetap menghormati proses hukum sesuai dengan undang-undang Malaysia,” katanya.
Di sisi lain, Korea Utara juga masih enggan memastikan korban pembunuhan tersebut adalah Kim Jong-nam, saudara sang pemimpin Pyongyang. Alasannya, pria korban pembunuhan itu membawa paspor atas nama Kim Chol--identitas palsu yang sebenarnya memang kerap dia gunakan dalam dokumen-dokumen imigrasinya.
(aal)