Jakarta, CNN Indonesia -- Kedua kandidat Presiden Perancis Emmanuel Macron dan Marine Le Pen saling serang di debat final sebelum pemilu, Rabu (3/5) waktu setempat. Keduanya habis-habisan adu mulut soal terorisme, ekonomi dan Uni Eropa.
Tokoh kanan ekstrem Le Pen menuduh Macron yang berhaluan tengah sebagai ‘kesayangan para elite’. Sebaliknya Macron menuding Le Pen ‘menyebar ketakutan’.
Kandidat presiden termuda Perancis itu juga melabeli Le Pen sebagai ‘pembohong’ dan ‘parasit bagi sistem’, yang mengambil keuntungan dari rasa frustrasi rakyat terhadap sistem politik Perancis yang bikameral atau sistem parlemen dua pintu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara soal Uni Eropa, Le Pen menyebut Macron ‘submisif’ terhadap Kanselir Jerman Angela Merkel. Dia mengatakan, “Bagaimanapun Perancis akan dipimpin oleh perempuan, oleh saya atau Merkel.”
Macron juga dianggap ‘malas berurusan’ dengan kelompok teroris Islam dan terus mengingatkan penonton debat bahwa mantan menteri keuangan Perancis itu tidak populer di kabinet Presiden Francois Hollande.
Tapi, Macron pun tidak tinggal diam. Dia menyebut program-program Le Pen ‘sederhana dan berbahaya’, terutama soal keinginan Le Pen keluar dari Uni Eropa dan mengganti Euro kembali menjadi Franc.
“Kebijakan Euro adalah omong kosong yang diumbar Marine Le Pen,” kata Macron dalam debat yang berlangsung selama 140 menit itu, dikutip
AFP.
Di sisi lain, Le Pen menyebut bahwa Euro bukanlah mata uang yang diinginkan rakyat.
"Euro adalah mata uang para bankir, bukan mata uang rakyat," kata Le Pen.
Namun demikian, Macron tampak lebih menguasai panggung ketimbang Le Pen. Hasil survei juga mneyebut Macron lebih meyakinkan.
Sekitar 63 persen yang disurvei lembaga poling Elabe untuk BFM TV, menyatakan mantan menteri keuangan yang pro Uni Eropa itu lebih meyakinkan ketimbang Le Pen yang hanya memiliki 34 persen suara.
Melansir
Reuters, dua per tiga orang yang memilih tokoh kiri ekstrem Jean-Luc Melenchon pada putaran pertama pemilihan presiden 23 April, menyebut Macron lebih meyakinkan, dan demikian pula 59 persen mereka yang dulu memilih tokoh sosialis Francois Fillon.
Hasil survei itu dianggap mewakili prediksi pemilu Minggu, 7 Mei mendatang.
Macron disinyalir memenangkan 59 persen suara. Namun, debat juga bisa memengaruhi para pemilih, terutama bagi
swing voters dan golongan putih yang berjumlah 18 persen.
“Saya merupakan kandidat pilihan rakyat Perancis yang akan melindungi pekerjaan, keamanan dan perbatasan negara,” kata Le Pen, guna menyakinkan pendukungnya.
Di sisi lain, banyak pendukung Melenchon yang menyebut tidak akan memilih pada pemilu putaran ke-dua. Mereka menyebut memilih kedua kandidat itu bagaikan memilih antara ‘wabah dan kolera’.
Sementara Pemerintahan Presiden Hollande terus mengajak masyarakat memilih Macron dan menyebut Le Pen ‘berisiko’ bagi Perancis.
“Kita berada dalam zona berbahaya,” kata Menteri Pendidikan Perancis Najat Vallaud-Belkacem, sebelum debat. “Jangan berjudi dengan demokrasi,” lanjutnya.