Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan berkunjung ke Arab Saudi dan sejumlah negara lain pada bulan ini dalam rangkaian kunjungan kenegaraan perdananya sejak menjabat 20 Januari lalu.
Lawatan perdana ke Timur Tengah tersebut dianggap menyoroti janji Trump selama ini untuk memberangus terorisme internasional, khususnya ISIS, dan membawa perdamaian di kawasan tersebut, terutama antara Palestina-Israel.
"Tugas kami bukan mendikte orang lain mengenai cara hidup, tapi membangun koalisi teman dengan mitra yang memiliki tujuan sama untuk memerangi terorisme, membawa rasa aman, kesempatan, dan stabilitas ke Timur Tengah yang dilanda perang," ucap Trump dalam acara bertema kebebasan beragama di Washington pada Kamis (4/5).
Selain Riyadh, Trump juga akan bertandang ke Israel dan Vatikan. Tur ini dianggap sebagai upaya Amerika membangun kerja sama serta meraih dukungan antara umat Islam, Kristen, dan Yahudi untuk memerangi terorisme.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gagasan ini disebut pertama kali muncul saat tim Trump bertemu dengan sejumlah pejabat Saudi, tak lama setelah pemilu November lalu berlangsung.
Saat itu, Saudi berupaya menjalin hubungan baru dengan pemerintahan anyar AS, menguatkan kerja sama kedua negara, khususnya bekerja sama mengatasi penyebab ekstremisme dan radikalisme.
Memilih tempat suci umat Islam sebagai destinasi perdananya, Trump bermaksud mengirim pesan menunjukkan keinginannya menghadapi masalah global, seperti memberangus kelompok militan ISIS, dengan memperkuat aliansi.
"Yang ingin dilakukan Trump adalah memecahkan masalah yang sama yang tengah dihadapi banyak pemimpin dunia Islam," kata seorang pejabat Gedung Putih.
"Kami pikir [pergi ke Saudi lebih dulu] sangat penting karena jelas selama ini orang-orang mencoba menilai Trump dengan cara-cara tertentu," ucapnya menambahkan.
AS Tidak Anti-IslamTak lama usai Trump mengumumkan lawatan perdananya, Menteri Luar Negeri Saudi Adel al-Jubeir menyebut kunjungan Presiden AS ke-45 nanti sebagai lawatan bersejarah, baik bagi hubungan bilateral kedua negara maupun hubungan Washington dengan negara Teluk Arab lainnya.
"Ini adalah pesan jelas dan kuat bahwa AS tidak memiliki niat buruk terhadap dunia Muslim. Ini juga menunjukkan bahwa Amerika tidak anti-Muslim," tutur Jubeir saat ditemu wartawan di Washington.
"Kunjungan ini juga menjadi pesan jelas bagi negara di dunia bahwa negara-negara Muslim dan AS bisa membentuk sebuah kemitraan. Ini akan mempererat kerja sama antara AS, negara Arab, dan negara Islam di seluruh dunia," kata Jubeir seperti dikutip
Reuters.Sekitar Maret lalu, Wakil Putra Mahkota Kerajan Saudi, Mohammed bin Salman al-Saud, juga telah menemui Trump di Gedung Putih.
Dalam pertemuan itu, Mohammed memuji Presiden Trump sebagai "teman sejati Muslim" dan tidak percaya bahwa Amerika berupaya mengincar Islam melalui larangan imigrasi yang sempat diterapkan AS dan memicu kontrovesi.
Perintah eksekutif Trump sekitar awal Februari lalu itu secara langsung melarang warga yang berasal dari tujuh negara mayoritas Muslim seperti Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah, dan Yaman untuk masuk ke AS.
Trump mengklaim aturan tersebut diterapkan dengan alasan keamanan nasional, demi mencegah teroris masuk ke negaranya. Kini, aturan itu telah ditangguhkan oleh pengadilan federal.