Jakarta, CNN Indonesia -- Kelompok akademisi di Israel protes terkait pemberlakuan kode etik baru yang melarang dosen berbicara politik di dalam kelas. Pemberlakuan kode etik itu dinilai sebagai tindakan anti demokrasi.
VERA, organisasi yang mewadahi rektor universitas di Israel, mengeluarkan pernyataan yang dengan tegas menolak kode etik itu.
"Kode etik itu telah meremehkan kebebasan lembaga pendidikan tinggi untuk memutuskan kode etik mereka sendiri," seperti dikutip dari pernyataan tersebut dan diberitakan
Xinhua.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keberadaan kode etik itu dianggap melanggar kebebasan akademis dengan cara yang paling mendasar dan serius.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Israel Naftali Bennet memutuskan untuk mengesahkan panduan etika baru untuk lembaga pendidikan tinggi.
Bennet yang juga merangkap sebagai ketua di Dewan Pendidikan Tinggi yang bertugas mengawasi sistem pendidikan tinggi di Negara Yahudi itu akan memastikan mengesahkan kode etik tersebut dalam waktu dekat.
"Panduan tersebut akan dilaksanakan di semua universitas dan perguruan tinggi setelah kode etik itu disetujui," ujar Bennet
Kode etik tersebut dirancang oleh Asa Kasher, seorang profesor filsafat di Universitas Tel Aviv. Kode garapan Kasher itu menjelaskan para dosen dilarang "menyampaikan pandangan politik mereka di dalam kelas”.
Masing-masing lembaga pendidikan juga diwajibkan membentuk satu unit yang akan memantau kegiatan politik di kampus.
Selain itu, dosen juga dilarang menyerukan protes atau pun boikot menentang Israel.
Koalisi sayap kanan Israel selama ini telah berupaya menangkis kritik dan protes atas boikot yang dilakukan negara itu kepada Tepi Barat dan Jalur Gaza yang menyusahkan kehidupan masyarakat Palestina selama lima dekade.
Selama beberapa tahun terakhir, para akademisi dan seniman bersatu dalam kegiata politis melawan pendudukan tersebut.
Protes tersebut menjadi sasaran baru bagi kelompok sayap kanan yang menyebut kelompok protes tersebut ‘tidak setia’.