Jakarta, CNN Indonesia -- Desa Soseong-ri, sekilas terlihat seperti desa lain di Korea Selatan dengan kehidupan yang damai dan didominasi penghuni berusia lanjut. Namun kehidupan mereka berubah setelah bekas lapangan golf di dekat desa diubah menjadi lokasi penempatan pelontar rudal darat Terminal High Altitude Area Defense (THAAD).
Merasa terganggu dengan suara bising pelontar rudal tersebut, sejumlah lansia menggelar protes.
Bukan dengan mengacungkan spanduk dan poster, namun berpatroli di gerbang lapangan golf, satu-satunya pintu masuk menuju lokasi pelontar misil tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belasan nenek berusia antara 60-80 tahun, setiap hari menunggui gerbang dan memastikan tidak ada kendaraan militer yang masuk ke lapangan tersebut.
Imbasnya, militer AS harus menggunakan helikopter guna mengangkut peralatan dan persediaan ke situs THAAD.
Itupun tak luput dari perhatian para nenek. Mereka mengacungkan tongkat dan payung pada setiap pesawat yang melintas, serta berteriak-teriak guna menghalau pesawat tersebut.
Para nenek itu hanya berharap satu hal: kedamaian desa mereka kembali.
“Saya tidak bisa tidur. Saya sudah mengonsumsi pil tidur, tapi saya hanya bisa tidur dua jam setiap malam,” kata Na Wi-bun, 87, yang tinggal sekitar satu kilometer dari fasilitas THAAD.
Wi-bun menyebut dia bisa mendengar getaran generator THAAD sepanjang hari.
Polusi suara itu juga yang membuat Wi-bun pindah ke balai kota, guna mendapatkan tidur yang lebih nyenyak. Hal serupa juga dilakukan beberapa lansia lainnya.
“Biasanya, kami akan bertani di pagi hingga petang, kemudian berkumpul di balai kota. Kini tidak ada lagi itu semua, kami semua tinggal di balai kota,” kata Do Geum-ryeon, 81, yang berprofesi sebagai petani melon.
Tidak hanya itu, warga lansia itu juga tidak jarang bentrok dengan petugas.
Geum-ryeon yang sudah tinggal di Soseong-ri selama 61 tahun, menyebut dia menderita lebam karena melawan petugas, April lalu. Dia berusaha menghalangi truk militer AS melintas masuk ke lapangan saat dini hari.
“Hingga napas terakhir, saya akan terus berjuang agar THAAD dibongkar dan desa kami kembali damai,” tegasnya.
Adapun Kim Jeom-sook, 67, berpendapat THAAD tidak akan berpengaruh banyak jika Korut berniat menyerang.
“Jika Korut berniat melakukan ‘boom-boom-boom’ semua akan hancur, ada atau tidak THAAD, tidak akan berpengaruh,” ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah Korea Selatan setuju dengan Amerika Serikat menggunakan THAAD guna menghadapi ancaman yang terus meningkat dari Korea Utara. Namun, Presiden baru Moon Jae-in berjanji meninjau kembali keputusan kontroversial tersebut.
Pekan lalu, Moon memerintahkan penempatan penuh dihentikan sementara pemerintah meninjau ulang bagaimana sistem tersebut akan mempengaruhi lingkungan sekitar.
Di sisi lain, Korsel tidak berencana mengubah keputusan penempatan sistem THAAD. Adapun dua peluncur yang sudah terpasang di lokasi, tidak akan dibongkar.