Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah setahun melontarkan ancaman dan mengembangkan senjata, pemimpin Korea Utara tampaknya kini menggunakan Olimpiade Musim Dingin di Korea Selatan sebagai alat untuk meredakan tekanan internasional dan memastikan senjata nuklirnya aman tak tersentuh.
Melalui pidato Tahun Baru, Kim Jong-un meminta ketegangan di Semenanjung Korea dikurangi. Tak berhenti di situ, dia juga mengangkap kemungkinan Korut berpartisipasi di Olimpiade yang digelar di Pyeongchang, bulan depan.
Korea Selatan sejauh ini menyambut baik usulan keterlibatan Korea Utara dalam kompetisi demi memastikan gelaran tidak terganggu uji coba peluru kendali atau nuklir, dan membangun kembali dialog dengan negara terisolasi itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah analis yang dikutip
Reuters pada Selasa (2/1) mengatakan pertaruhan Kim bertujuan untuk menjauhkan Seoul dengan Washington. Amerika Serikat selama ini memimpin kampanye global memberi tekanan maksimum kepada Korut dan menyatakan siap menggunakan opsi militer jika diperlukan.
Langkah itu juga dinali mengincar konsensus internasional lebih luas yang melibatkan negara-negara besar seperti China, Rusia dan Jepang. Ketiga negara itu telah mengetatkan sanksi dan memperdalam isolasi untuk Korea Utara dalam beberapa bulan ke belakang.
"Sebagian besar aturan main keluarga Kim di antaranya adalah mengeksploitasi dan memperluas keberagaman kepentingan, misalnya antara AS dan Korea Selatan, tapi lebih luas lagi di antara lima tetangga-tetangga besarnya," kata Daniel Russel, mantan diplomat utama AS untuk Asia Timur.
Korea Utara telah lama mengikuti strategi provokasi intens yang diikuti fase rekonsiliasi untuk mengekspos keretakan, ujarnya.
"Ini adalah situasi klasik bersatu kita teguh bercerai kita runtuh," kata Russel. "Selalu lebih mudah mempertahankan solidaritas lima pihak ketika Korea Utara bertingkah buruk."
Presiden AS Donald Trump memimpin upaya meningkatkan sanksi global terhadap Korea Utara demi menghentikan perkembangan rudal nuklir yang bisa menghantam negaranya.
Washington menyatakan kerja sama penuh dengan China, Rusia dan negara-negara lain merupakan hal vital untuk kesuksesan upaya ini, termasuk pembatasan signifikan atas perdagangan dan hubungan lain terhadap Korut.
China, yang masih menjadi rekanan penting Korea Utara, telah membatasi perdagangannya dan mematuhi sanksi yang dijatuhi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Namun, Washington terus memintanya untuk memberikan upaya yang lebih dari itu.
Pemerintah Korea Selatan secara publik menyambut tawaran Kim, dan Presiden Moon Jae-in telah berupaya meredakan ketegangan menjelang Olimpiade dengan cara menunda latihan militer bersama dengan pasukan AS.
Moon juga mengatakan perbaikan hubungan antara kedua negara tak lepas dari upaya penyelesaian program nuklir Korea Utara.Gedung Putih belum memberikan respons yang merinci. Walau demikian, Lindsey Graham, salah seorang senator yang berpengaruh di AS, menyiratkan bahwa Amerika akan memboykot Olimpiade jika Korea Utara ikut serta.
"Memperbolehkan Korea Utara berpartisipasi di Olimpiade Musim Dingin di bawah pemerintahan Kim Jong-un akan memberikan legitimasi kepada rezim paling haram di planet ini," kata Graham melalui Twitter.
"Saya yakin Korea Selatan akan menolak tawaran absurd ini dan sepenuhnya meyakini, jika Korut ikut serta, kami tidak."Graham pernah menyerukan hal yang sama di Olimpiade Musim Dingin sebelumnya di Sochi, karena Rusia memberi suaka kepada pembocor rahasia NSA, Edward Snowden. Namun, upaya itu gagal.
Penampilan atlet dan pejabat Korea Utara yang berpartisipasi di Olimpiade mungkin memicu momen canggung untuk para pemimpin internasional yang selama berbulan-bulan berupaya mengucilkan Pyongyang, kata Robert Kelly, profesor di Pusan National University, Korsel.
"Hal itu menempatkan warga Korea Selatan di posisi janggal karena berpotensi mengakibatkan ketegangan antara AS dan Jepang yang telah berupaya keras mengisolasi rezim (Kim)," ujarnya.
Tanpa hal itu, hubungan Jepang dengan Korea Selatan kini sudah dipandang agak merenggang. Salah seorang mantan diplomat Jepang mengatakan Tokyo "lelah" dengan Seoul dan tidak percaya kepada Moon.Namun tetap, sejumlah analis masih skeptis pertaruhan Kim bakal berakibat buruk pada hubungan Seoul dengan Washington dalam jangka panjang, maupun pada tekanan sanksi internasional.
"Saya ragu bakal ada perubahan substansial dalam isolasi ekonomi dan politik global dalam jangka pendek," kata Scott Snyder, direktur kebijakan AS-Korea di Concil on Foreign Relations.
Skeptisisme para analis berpusat di sikap Kim yang tampaknya tidak ingin berkompromi soal senjata nuklir, uji coba rudal, atau hak asasi manusia.
"Partisipasi dalam peristiwa seperti Olimpiade adalah kelonggaran yang palsu, karena Korea Utara sebenarnya tidak ingin menyerahkan apa-apa," kata Kelly.
Dalam pidatonya, Kim bersumpah akan menjalani 2018 dengan "memproduksi hulu ledak dan rudal balistik seccara massal" agar bisa segera dikerahkan.
Itu artinya hampir pasti akan ada lebih banyak uji coba rudal, dengan fokus lebih kepada latihan "realistis" daripada tes yang bersifat untuk pengembangan, kata Joshua Pollack, peneliti senior di Middlebury Institute of International Studies in California.
"Tema utama bagi pasukan strategis di sini bergeser dari pengembangan ke arah produksi berseri, pengerahan dan penyiapan," ujarnya.
Jika ingin memanfaatkan kemungkinan pengurangan ketegangan, Amerika Serikat tidak boleh terus menuntut penghentian uji coba sebagai syarat dialog, kata Leon Sigal, direktur Northeast asia Cooperative Security Project di New York.
"Langkah timbal-balik yang paling penting adalah mengurangi--tidak hanya menunda--latihan miiter bersama (Korsel) di musim semi," ujarnya. "Kegagalan mencoba langkah-langkah itu hanya akan memastikan perkembangan senjata Korut berlanjut."
[Gambas:Video CNN]