Jakarta, CNN Indonesia -- Perdana Menteri Theresa May menyatakan
Inggris akan mengusir 23 diplomat
Rusia sebagai balasan atas serangan racun saraf terhadap seorang mantan mata-mata agen ganda Moskow.
"Di bawah Konvensi Wina, Inggris akan mengusir 23 diplomat Rusia yang teridentifikasi sebagai pejabat intelijen tak resmi," kata May di hadapan Parlemen, dikutip
Reuters pada Rabu (14/3). "Mereka punya waktu satu minggu untuk pergi."
May mengatakan pengusiran paling besar dari London dalam 30 tahun terakhir ini akan mengurangi kapabilitas intelijen Rusia di Inggris untuk beberapa tahun ke depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami akan membekukan aset pemerintah Rusia di manapun terbukti digunakan untuk mengancam nyawa atau properti warga atau penduduk Inggris," kata May.
Sementara itu, laporan kantor berita
RIA yang dikutip
Reuters mengutip Duta Besar Rusia untuk Inggris Alexander Yakovenko mengancam akan membalas tindakan itu.
May mengatakan pihaknya sudah menyimpulkan Rusia bertanggung jawab atas percobaan pembunuhan terhadap Sergei Skripal dan putrinya.
Skripal dan Yulia ditemukan tak sadarkan diri di sebuah bangku umum di luar pusat perbelanjaan di Salisbury. Sejak saat itu mereka dirawat di rumah sakit dalam keadaan kritis.
"Tidak ada kesimpulan alternatif, selain bahwa Rusia bertanggung jawab atas percobaan pembunuhan atas Skripal dan putrinya, dan mengancam nyawa warga Inggris lain di Salisbury.
"Ini menunjukkan penggunaan kekuatan secara tidak sah oleh Rusia terhadap Inggris."
Kasus ini telah menjadi perhatian Pakta Pertahanan Atlantik Utara, NATO, yang ikut meminta Rusia memberikan "penjelasan utuh" soal racun saraf era Soviet dalam serangan terhadap Skripal.
 Sergei Skripal ditemukan tidak sadarkan diri di sebuah bangku umum di Salisbury. (Kommersant/Yuri Senatorov via Reuters) |
"Sekutu mengungkapkan kekhawatiran mendalam atas serangan utama menggunakan racun saraf di wilayah persekutuan sejak NATO didirikan," kata organisasi yang didirikan pada 1949 itu.
"Sekutu mengungkapkan solidaritas dengan Inggris, menawarkan dukungan dalam investigasi yang berjalan dan meminta Rusia memberikan penjelasan utuh dan penuh atas program Novichok kepada Organisasi Pelarangan Senjata Kimia."
Kedutaan Besar Rusia di London telah menyatakan tidak akan menanggapi tuntutan Inggris untuk memberikan penjelasan terkait serangan racun saraf itu.
Perdana Menteri Inggris Theresa May memberi Rusia waktu hingga Selasa tengah malam untuk menjelaskan bagaimana Novichok, racun saraf yang dikembangkan militer Soviet di tahun 1970 dan 1980an, bisa digunakan di Inggris.
 Lokasi serangan racun di Salisbury. (REUTERS/Toby Melville) |
Pada Selasa, May dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump sepakat Rusia harus memberikan "jawaban yang tidak ambigu." Percakapan ini terjadi lewat sambungan telepon yang menunjukkan dukungan AS kepada Inggris.
"Rusia tidak akan menanggapi ultimatum London sampai menerima sampel zat kimia yang digunakan," kata juru bicara Kedubes Rusia kepada
Reuters. Rusia juga meminta masyarakat internasional memenuhi kewajiban untuk menggelar penyelidikan gabungan.
Kedubes juga menegaskan bahwa Rusia tidak terlibat dalam serangan tersebut. "Setiap ancaman 'sanksi' terhadap Rusia tidak akan diabaikan begitu saja," kata Kementerian Luar Negeri Rusia. "Inggris harus mengerti itu."
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Inggris menolak untuk mengomentari pernyataan tersebut.
(aal)