Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang perempuan simpatisan
ISIS yang dicabut kewarganegaraannya oleh pemerintah
Inggris kalah dalam sidang pertama tinjauan hukum yang ia ajukan untuk mengembalikan status kewarganegaraannya.
Kewarganegaraan wanita bernama Shamima Begum ini dicabut setelah melakukan perjalanan ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS.
Komisi Banding Imigrasi Khusus Inggris (SIAC) menyatakan keputusan pemerintah mencabut kewarganegaraan Shamima Begum tidak membuat wanita berusia 20 tahun itu berstatus tanpa kewarganegaraan atau
stateless. Shamima disebut punya kewarganegaraan Bangladesh berdasarkan keturunan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemohon berada dalam situasi ini sebagai hasil dari pilihannya dan tindakan orang lain, bukan karena apapun yang dilakukan pemerintah," kata hakim Doron Blum merujuk pada Menteri Dalam Negeri Sajid Javid.
Keputusan hakim ini dibuat meski SIAC menyatakan bahwa Begum tidak mendapatkan 'banding yang adil dan efektif' karena yang bersangkutan saat ini berada di kamp pengungsian di Suriah.
Pengacara Begum, Daniel Furner menyatakan akan segera mengajukan banding terhadap keputusan hakim.
Begum masih berusia 15 tahun saat pergi ke Suriah. Dia melakukan perjalanan bersama dua wanita lain yang berstatus pelajar. Ketiganya meninggalkan rumah untuk bergabung dengan kelompok ISIS pada 17 Februari 2015.
Dia mengkaim menikah dengan seorang mualaf dari Belanda, tak lama setelah berada di wilayah ISIS. Dia ditemukan di kamp pengungsian Suriah Februari tahun lalu dalam kondisi hamil 9 bulan.
Anaknya meninggal tak lama setelah dilahirkan. Dua anaknya yang lain juga tewas.
[Gambas:Video CNN]Menteri Dalam Negeri Inggris Sajid Javid lantas melucuti kewarganegaraan Inggris Begum di tengah sorotan media-media sayap kanan. Kemudian, Javid mengatakan sudah lebih 100 orang yang dicabut kewarganegaraannya.
Begum mengambil langkah hukum terhadap Departemen Dalam Negeri Inggris yang mengurus keimigrasian, tahun lalu.
Pengacaranya saat itu, Tom Hickman menyatakan kliennya bukan warga negara Bangladesh, dan dengan demikian telah dibuat stateless oleh Departemen Dalam Negeri.
Pencabutan kewarganegaraan Begum, menurut Hickman juga melanggar kebijakan hak asasi manusia ekstra-teritorial Departemen Dalam Negeri, karena dengan melucuti kewarganegaraan Begum telah membuatnya rentan terhadap kematian atau perlakuan buruk.
Setelah persidangan pertama ini, Begum akan menjalani proses selanjutnya yakni mendengar putusan pengadilan apakah pemerintah punya alasan keamanan nasional yang sah untuk mencegah Begum kembali ke Inggris.
(afp/wis)