Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah
Kuba mengerahkan sekitar 28 ribu mahasiswa kedokteran untuk mengidentifikasi potensi penyakit
Covid-19 di permukiman warga demi mencegah penyebaran
virus corona di negara di Kepulauan Karibia tersebut.
Para calon dokter itu disebar dalam kegiatan ini dengan didampingi dokter profesional. Mereka mendatangi rumah-rumah warga di seluruh negeri untuk mendeteksi penduduk yang berpotensi terpapar dengan metode diagnosa wawancara.
"Berapa orang yang tinggal di sini? Pernahkah Anda melakukan kontak dengan orang asing? Tahukah Anda aturan kesehatan yang harus diikuti?" berikut pertanyaan yang harus mereka berikan kepada puluhan warga setiap harinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Liz Caballero Gonzalez (46) merupakan salah satu dokter pendamping yang ikut terjun ke lapangan. Ia bertanggung jawab terhadap dua mahasiswa kedokteran yang meninjau 300 keluarga di ke permukiman Vedado, Havana.
Dilaporkan
AFP, Kamis (2/4), Kuba memiliki jumlah petugas kesehatan yang memadai. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada 82 dokter per 10 ribu orang di Kuba. Sedangkan Rusia hanya hanya mampu menangani jumlah pasien yang sama dengan 40 dokter, Amerika Serikat dengan 26 dokter, dan China dengan 18 dokter.
Belum lagi jumlah mahasiswa kedokteran yang banyak, termasuk ribuan mahasiswa asing yang tersebar di 25 fakultas kedokteran dan Sekolah Kedokteran Amerika Latin (ELAM) yang bergengsi di Kuba
"Kami tidak memiliki teknologi negara-negara kaya, tetapi kami memiliki personel yang sangat berkualitas, dengan solidaritas dan tidak mementingkan diri sendiri," kata Caballero Gonzalez seperti dikutip
AFP.
Sejauh ini, hampir 2.800 warga Kuba tengah menjalani perawatan di rumah sakit sebagai pencegahan, menyusul laporan 212 kasus virus corona dengan enam kematian di sana.
Metode kunjungan dari rumah ke rumah bukanlah hal baru bagi warga Kuba, karena mereka terbiasa dengan keberadaan dokter keluarga yang kerap berkeliling untuk mengidentifikasi segala penyakit yang berpotensi menular.
[Gambas:Video CNN]"Selalu ada masa sekitar September hingga Oktober di mana kami melakukan kunjungan rumah untuk demam berdarah. Jadi ketika situasi virus corona memburuk, universitas meminta kami pergi dari rumah ke rumah," kata seorang mahasiswa kedokteran, Susana Diaz (19).
Bagi seorang lansia di Kuba, Carlos Lagos (83), melihat para mahasiswa berlalu lalang untuk melakukan pemeriksaan telah menjadi rutinitas baru.
"(mereka bertanya) Jika aku merasa tidak enak badan, jika aku demam, bagaimana aku menjaga diriku sendiri," kata Lagos.
Caballero Gonzalez mengungkapkan, dalam dua pekan terakhir pemeriksaan ke rumah-rumah telah ditingkatkan untuk menjangkau seluruh masyarakat Kuba dalam waktu sesingkat mungkin. Setiap terlihat gejala yang mencurigakan, seperti batuk atau demam, akan segera dilaporkan ke pusat kesehatan setempat.
Menurut seorang warga, Maite Perez (30), para dokter "sangat dicintai" di Kuba. Perez mengaku senang karena mereka sangat memperhatikan kondisi kesehatan masyarakat.
Sebagai upaya pencegahan, Perez rajin membersihkan lantai rumahnya dan membersihkan sepatu, mengganti baju setiap pulang bepergian dan mencucinya, serta selalu mengenakan masker setiap keluar rumah.
Menyusul langkah negara-negara Amerika Latin lainnya, pemerintah Kuba telah menutup seluruh perbatasan sejak 24 Maret lalu. Mereka pun memerintahkan seluruh warganya untuk mengenakan masker wajah untuk mencegah penyebaran virus corona. Sejumlah pertokoan juga melarang pengunjung masuk jika mereka tak mengenakan masker.
 (CNN Indonesia/Fajrian) |
Seorang pegawai sekolah, Marina Ibanez (56), pun membuat maskernya sendiri dari baju yang tak terpakai, karena kurangnya distribusi masker di Kuba. Ia juga membagikan 50 masker buatannya kepada para tetangga.
Warga Kuba memang terbiasa hidup tanpa kebutuhan dasar. Jangankan masker yang jarang digunakan, mereka saja kerap kekurangan sabun.
Sebagian besar warga bahkan menggunakan larutan klorin untuk mencuci tangan.
(ang/ayp)