Raja Malaysia Sultan Abdullah Ri'ayatuddin menolak usulan Perdana Menteri Muhyiddin Yassin untuk mengumumkan status darurat virus corona.
Di bawah konstitusi, Raja memiliki kekuasaan untuk menyatakan keadaan darurat jika diyakinkan bahwa ada ancaman besar bagi keamanan Malaysia.
Tetapi setelah diadakan pertemuan di tingkat Kerajaan, Istana pada Minggu (25/10) mengatakan bahwa Raja saat ini tidak perlu mengumumkan keadaan darurat di Malaysia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Muhyiddin Yassin diketahui mengupayakan langkah cepat menyusul lonjakan kasus virus baru-baru ini.
Pemerintah berpendapat status darurat menjadi cara ampuh untuk mengendalikan penyebaran Covid-19 di tengah spekulasi bahwa mereka akan kehilangan suara yang mengancam anggaran.
Deklarasi semacam itu, yang jarang digunakan di Malaysia, akan menyebabkan parlemen otomatis dihentikan, dan Muhyiddin bisa mendorong undang-undang apa pun tanpa pemungutan suara.
Meski menolak permintaan PM, Raja memuji penanganan pemerintah terhadap wabah dan mendesak anggota parlemen menghentikan kegaduhan politik karena dapat mengganggu stabilitas negara.
Meski demikian langkah Muhyiddin telah memicu badai kritik di seluruh spektrum politik.
Pemimpin oposisi Anwar Ibrahim, yang baru-baru ini melancarkan upaya untuk merebut kekuasaan, menuduhnya menggunakan cara-cara tidak demokratis untuk tetap berkuasa. Dia memperingatkan Malaysia bisa jatuh ke dalam kediktatoran dan otoriterisme.
Analis dari Institut Urusan Internasional Singapura Oh Ei Sun, mengatakan Kerajaan melihat sinyal "ketidakpuasan rakyat yang luar biasa" ketika menolak permintaan Muhyiddin.
Berdasarkan data statistik Worldometer, hingga Senin (26/10), Malaysia memiliki 26.565 kasus virus corona dan 229 kematian.
(dea)