Kudeta Guinea Terjadi usai Amendemen soal Presiden 3 Periode
Kudeta militer yang terjadi di Guinea terjadi setahun setelah amendemen konstitusi soal masa jabatan presiden.
Amendemen itu memungkinkan seorang presiden yang untuk menjabat selama tiga periode. Amendemen itu dilakukan tahun lalu sehingga Presiden Alpha Conde bisa maju lagi untuk periode ketiga pada Pemilihan Presiden 2020.
Lihat Juga : |
Melansir dari Guardian, langkah itu pun sempat mengundang protes dan boikot pihak oposisi karena amendemen dan Pemilu 2020 tetap dilakukan meski masa pandemi.
Massa pendukung oposisi bahkan sempat turun ke tempat-tempat pemungutan di sejumlah distrik suara agar Pemilihan Presiden diundur. Namun, militer meredam aksi protes itu.
Melansir dari DW, Conde tak secara tegas mendeklarasikan maju lagi pada 2020. Namun sejumlah kritikus mengatakan rancangan amendemen konstitusi saat itu memperpanjang masa jabatan presiden menjadi enam tahun dan menghapus masa jabatan presiden dua periode saja.
Meski saat itu Conde tak tegas-tegas menyatakan ingin masa jabatan presiden diperpanjang, ia sempat mendukung sedikit penundaan karena tanggung jawab nasional dan regional. Dalam pidato kenegaraan di televisi Guinea, ia mengatakan rakyat punya pilihan untuk memungkinkan amendemen dan perubahan komposisi parlemen.
Menurut pakar Afrika Barat, Paul Melly, kepada DW, ini adalah cara halus untuk menyatakan secara tersirat bahwa Conde telah mendapat tekanan berat dari partai politik dan masyarakat sipil.
Perubahan konstitusi itu pun terjadi saat banyak negara di kawasan itu mencoba mempromosikan gagasan bahwa masa jabatan presiden tak boleh lebih dari dua periode.
Lihat Juga : |
"Pertanyaannya adalah, apakah masuk akal bagi Conde yang sudah 80-an tahun maju lagi (sebagai presiden)? Dan, apakah mungkin mengadakan pemilihan lagi secara bebas dan adil ketika daftar pemilih tampaknya sulit dipercaya?" ujar Melly kepada DW pada 2 Maret 2020.
Siapakah Presiden Alpha Conde? baca di halaman berikutnya...