Prioritas kesetaraan kelas semakin terlihat dari banyak slogan "kesejahteraan bersama" yang muncul di mana-mana, mulai dari pidato para pejabat publik, media pemerintah, hingga sekolah-sekolah di China.
"Pemerintah Tiongkok perlu mendorong orang-orang berpenghasilan tinggi dan perusahaan-perusahaan lebih banyak membantu lagi masyarakat lebih luas dan menciptakan peluang bagi lebih banyak orang untuk menjadi kaya," bunyi kutipan editorial kantor berita pemerintah China, Xinhua, pada awal pekan ini.
Sekitar akhir Juli lalu, China melarang operasi lembaga bimbingan belajar dan les privat yang mengajarkan pelajaran utama sekolah. Jika ada, bimbel tersebut akan dianggap sebagai lembaga non-profit yang tidak boleh mengambil untung dari praktiknya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu alasannya adalah demi mengurangi beban finansial terhadap keluarga di China, terutama kelas menengah ke bawah, yang sudah kelimpungan dengan biaya sekolah.
Sebab, lembaga bimbel dan les privat tak jarang menawarkan jasa mengajar dengan tarif yang tinggi bahkan kadang tidak masuk akal sehingga hanya anak-anak dari keluarga kelas menengah atas yang mampu merasakannya.
Aturan ini membuat bisnis pendidikan swasta Negeri Tirai Bambu terancam rugi miliaran dolar.
China juga mulai semakin "mengatur" bisnis dan taipan Negeri Tirai Bambu. Beijing baru-baru ini menjatuhkan denda ke Alibaba Group Holding sebesar Rp40,49 triliun, karena melanggar aturan anti-monopoli.
Nilai denda tersebut setara 4 persen dari total pendapatan raksasa e-commerce China tersebut pada 2019.
Anak perusahaan Alibaba, Ant, juga dituduh "memikat" kaum muda China terperangkap budaya utang.
Selain Alibaba Group, ada perusahaan game dan aplikasi pesan singkat Tencent Holdings yang dituntut China memberi lebih kepada masyarakat.
![]() Salah satu polisi China berjaga di tempat wisata Kota Terlarang. |
Pada April lalu, perusahaan itu akhirnya menggelontorkan dana US$7,7 miliar untuk membantu membangun pedesaan di China keluar dari kemiskinan.
Ada pula pendiri perusahaan jasa pengirim makanan Meituan, Wang Xing, yang menyumbangkan sahamnya senilai US$2,3 miliar ke yayasan filantropi miliknya untuk mendanai pendidikan dan sains.
"Xi Jinping berusaha mengubah citra Partai Komunis di dalam negeri dan secara internasional dengan mengurangi kesenjangan sosial dan beralih ke pembangunan berkualitas," kata mantan ekonom senior untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di China, Bill Bikales, seperti dikutip The Wall Street Journal.
"Dia ingin menunjukkan bahwa sosialisme lebih baik daripada kapitalisme Barat dalam melindungi semua masyarakatnya," ucapnya menambahkan.
Distribusi kekayaan memang menjadi salah satu masalah China dalam mempertahankan nilai komunisnya selama ini.
Sebab, perekonomian China yang berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir turut meningkatkan standar hidup layak warganya secara drastis. Namun, di sisi lain, koefisien Gini atau tingkat kesenjangan pendapatan rakyat China justru semakin jauh dari semula 59.9 pada 2020 70,4 pada 2021.
Menurut data Credit Suisse, China menjadi salah satu negara ekonomi terbesar dengan tingkat kesenjangan sosial yang tinggi.
Pada 2020, Perdana Menteri China Li Keqiang juga mengungkapkan bahwa lebih dari 600 juta orang, atau lebih dari 40 persen populasi Negeri Tira Bambu, memiliki pendapatan di bawah US$140. Sementara itu, di saat bersamaan, banyak warga China yang mengeluh soal kekuasaan taipan bisnis kaya di negara itu.
Manuver Xi Jinping amankan periode ketiga sebagai presiden, baca di halaman berikutnya...