Jakarta, CNN Indonesia --
Setelah memprioritaskan pertumbuhan ekonomi selama setidaknya 40 tahun terakhir, China tampak mulai kembali mempromosikan lagi kesetaraan sosial yang menjadi pilar utama komunisme Negeri Tirai Bambu.
Di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping, belakangan China makin sering mengeluarkan serangkaian aturan baru yang tak jarang dinilai aneh oleh publik.
Aturan-aturan itu disebut sejumlah pengamat merupakan upaya pemerintah China "merestorasi" nila-nilai komunisme yang selama ini mulai memudar di tengah masyarakat, terutama soal kesetaraan sosial.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, beberapa analis juga melihat upaya Xi Jinping "mendisiplinkan" generasi muda yang kini lebih terpapar banyak pengaruh dan informasi dari luar terlepas dari sejumlah pembatasan yang diterapkan pemerintahannya.
Pemerintahan Xi Jinping pun memulai "restorasi" itu dengan menerapkan beberapa aturan 'gila' seperti larangan praktik les privat dan bimbingan belajar, membekukan puluhan akun Korean Pop (K-pop), membatasi jam main game online bagi remaja usia di bawah 18 tahun, hingga aturan keamanan data bagi perusahaan lokal dan asing di negara itu.
China mulai membatasi jam main game online bagi remaja usia di bawah 18 tahun menjadi hanya tiga jam setiap akhir pekan pada akhir Agustus lalu.
Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi kecanduan gim di negara yang gila game.
"Kecanduan game telah memengaruhi studi dan kehidupan normal dan banyak orang tua menjadi sengsara," kata Administrasi Pers dan Publikasi Nasional dalam sebuah pernyataan.
China juga menutup puluhan akun penggemar K-Pop seperti fan dari boyband BTS, EXO, dan girlband Blackpink karena menganggap mereka kerap bersikap tidak rasional karena kefanatikannya.
 Foto: AP/Mark Schiefelbein China melarang artis pria yang dianggap berpenampilan tidak maskulin dan macho tampil di televisi. |
Pemerintah China juga telah menerapkan tindakan keras lainnya di industri hiburan. Sebab menurutnya, banyak anak muda yang terpapar budaya asing dan memengaruhi tatanan sosial. Mereka menyebut kacau atas budaya penggemar terhadap selebriti yang dilakukan warganya.
Menurut analis independen di Beijing, Wu Qiang, pertumbuhan ekonomi China yang pesat dalam beberapa dekade terakhir memicu peningkatan eksposur masyarakat terhadap dunia luar dan memicu masyarakat Negeri Tirai Bambu terpapar berbagai pilihan gaya hidup baru.
Sebab, meski kontrol politik dan keamanan tetap ketat terutama terhadap perbedaan pendapat, China mulai menawarkan berbagai kebebasan ekonomi dan sosial sejak akhir 1980.
Fenomena itu, kata Wu, memicu kekhawatiran dari penguasa China akan menyisihkan nilai komunisme dan kecintaan warga terhadap bangsa.
Karena itu, Wu menuturkan, Xi berupaya membentuk kembali generasi muda China menjadi penerus yang sesuai visinya di masa pemerintahannya.
"Saat ini Xi bersiap memulai masa jabatan ketiganya di Kongres Partai Komunis ke-20 tahun depan, dia ingin menumbuhkan generasi muda seperti yang ia inginkan," kata Wu kepada CNN.
"Xi sebelumnya menekankan pentingnya menyatukan pikiran, meyamakan pengembangan nilai-nilai yang benar pada generasi muda seperti aktivitas mengancing baju: jika kancing pertama salah, urutan selanjutnya akan berantakan," paparnya menambahkan.
Bulan ini, Kementerian Pendidikan China juga mulai mewajibkan sekolah dasar dan menengah menggunakan buku teks "Pemikiran Xi Jinping tentang Sosialisme dengan Karakteristik Tiongkok untuk Era Baru".
Kurikulum itu diterapkan China guna memperkuat loyalitas tak hanya anggota Partai Komunis, tapi juga masyarakat China secara luas terhadap ideologi negara.
Keinginan China membuat semua warga China kaya, baca di halaman berikutnya...
Prioritas kesetaraan kelas semakin terlihat dari banyak slogan "kesejahteraan bersama" yang muncul di mana-mana, mulai dari pidato para pejabat publik, media pemerintah, hingga sekolah-sekolah di China.
"Pemerintah Tiongkok perlu mendorong orang-orang berpenghasilan tinggi dan perusahaan-perusahaan lebih banyak membantu lagi masyarakat lebih luas dan menciptakan peluang bagi lebih banyak orang untuk menjadi kaya," bunyi kutipan editorial kantor berita pemerintah China, Xinhua, pada awal pekan ini.
Sekitar akhir Juli lalu, China melarang operasi lembaga bimbingan belajar dan les privat yang mengajarkan pelajaran utama sekolah. Jika ada, bimbel tersebut akan dianggap sebagai lembaga non-profit yang tidak boleh mengambil untung dari praktiknya.
Salah satu alasannya adalah demi mengurangi beban finansial terhadap keluarga di China, terutama kelas menengah ke bawah, yang sudah kelimpungan dengan biaya sekolah.
Sebab, lembaga bimbel dan les privat tak jarang menawarkan jasa mengajar dengan tarif yang tinggi bahkan kadang tidak masuk akal sehingga hanya anak-anak dari keluarga kelas menengah atas yang mampu merasakannya.
Aturan ini membuat bisnis pendidikan swasta Negeri Tirai Bambu terancam rugi miliaran dolar.
China juga mulai semakin "mengatur" bisnis dan taipan Negeri Tirai Bambu. Beijing baru-baru ini menjatuhkan denda ke Alibaba Group Holding sebesar Rp40,49 triliun, karena melanggar aturan anti-monopoli.
Nilai denda tersebut setara 4 persen dari total pendapatan raksasa e-commerce China tersebut pada 2019.
Anak perusahaan Alibaba, Ant, juga dituduh "memikat" kaum muda China terperangkap budaya utang.
Selain Alibaba Group, ada perusahaan game dan aplikasi pesan singkat Tencent Holdings yang dituntut China memberi lebih kepada masyarakat.
 Foto: AFP PHOTO / NICOLAS ASFOURI Salah satu polisi China berjaga di tempat wisata Kota Terlarang. |
Pada April lalu, perusahaan itu akhirnya menggelontorkan dana US$7,7 miliar untuk membantu membangun pedesaan di China keluar dari kemiskinan.
Ada pula pendiri perusahaan jasa pengirim makanan Meituan, Wang Xing, yang menyumbangkan sahamnya senilai US$2,3 miliar ke yayasan filantropi miliknya untuk mendanai pendidikan dan sains.
"Xi Jinping berusaha mengubah citra Partai Komunis di dalam negeri dan secara internasional dengan mengurangi kesenjangan sosial dan beralih ke pembangunan berkualitas," kata mantan ekonom senior untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di China, Bill Bikales, seperti dikutip The Wall Street Journal.
"Dia ingin menunjukkan bahwa sosialisme lebih baik daripada kapitalisme Barat dalam melindungi semua masyarakatnya," ucapnya menambahkan.
Distribusi kekayaan memang menjadi salah satu masalah China dalam mempertahankan nilai komunisnya selama ini.
Sebab, perekonomian China yang berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir turut meningkatkan standar hidup layak warganya secara drastis. Namun, di sisi lain, koefisien Gini atau tingkat kesenjangan pendapatan rakyat China justru semakin jauh dari semula 59.9 pada 2020 70,4 pada 2021.
Menurut data Credit Suisse, China menjadi salah satu negara ekonomi terbesar dengan tingkat kesenjangan sosial yang tinggi.
Pada 2020, Perdana Menteri China Li Keqiang juga mengungkapkan bahwa lebih dari 600 juta orang, atau lebih dari 40 persen populasi Negeri Tira Bambu, memiliki pendapatan di bawah US$140. Sementara itu, di saat bersamaan, banyak warga China yang mengeluh soal kekuasaan taipan bisnis kaya di negara itu.
Manuver Xi Jinping amankan periode ketiga sebagai presiden, baca di halaman berikutnya...
Restorasi nilai komunisme dan prioritas pemerintah China menyetarakan kesenjangan sosial ini pun berlangsung menjelang masa-masa akhir periode kedua jabatan Xi Jinping sebagai presiden.
Menurut seorang profesor emeritus ilmu politik dan sosial Universitas California, Dorothy Solinger, propaganda itu disebarkan Xi Jinping sebagai manuvernya mengamankan periode ketiga sebagai Presiden China.
"Xi berharap bisa menenangkan masyarakat karena ekonomi yang melambat dan bermaksud terlihat prihatin dengan kebutuhan masyarakat," kata Solinger.
"Tetapi masih banyak orang miskin yang terlupakan di China dan akan terus terpinggirkan seperti itu," paparnya menambahkan.
 Foto: Brendan Smialowski / AFP Presiden Xi Jinping saat bertemu dengan petinggi negara di forum internasional |
Petinggi Partai Komunis China (CPC) akan berkumpul di Beijing pada November mendatang dalam salah satu pertemuan terpenting organisasi tersebut menjelang Kongres CPC ke-20 tahun 2022 mendatang.
Dikutip The Straits Times, CPC mungkin dapat mengesahkan resolusi terbaru yang dapat memperkuat cengkraman kepemimpinan Xi Jinping atas partai itu dan mengkonsolidasikan dukungan untuk mengamankan periode ketiga jabatannya sebagai presiden.
Walau cukup banyak kritik dan keluhan dari generasi muda, aturan-aturan baru nyeleneh Xi Jinping justru cukup mendapatkan sambutan dukungan dari masyarakat China, terutama kaum orang tua.
Namun, seorang profesor ilmu politik sekaligus pakar politik China di Baptist University Hong Kong, Jean-Pierre Cabestan, mewanti-wanti bahwa kebijakan baru Xi Jinping yang semakin menyentuh ranah privasi warga China ini "akan membuat banyak musuh" di kalangan generasi muda.
"Pada masa Mao Zedong mungkin lebih mudah mengatur masyarakat karena dia memobilisasi pasukan Red Guards dan orang-orang loyalisnya. Saat itu, China juga masih terisolasi dari dunia luar. Tapi sekarang berbeda," kata Cabestan.
"Jadi mereka (pemerintahan Xi Jinping) harus berhati-hati dan selektif dalam mencampuri urusan privasi warga, dan saya pikir mereka akan menghadapi perlawanan warga lebih masif lagi (dibandingkan pada masa lalu)," paparnya menambahkan.
[Gambas:Photo CNN]