Jakarta, CNN Indonesia --
Nama Osman Kavala kembali mencuat setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memerintahkan mengusir 10 Duta Besar (dubes) negara asing.
Sebelumnya, 10 duta besar negara asing di Turki mengeluarkan pernyataan bersama yang mengkritik penahanan Kavala.
Aktivis yang lahir Prancis ini ditangkap sejak 2017 tanpa proses persidangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aksi sepuluh duta besar ini membuat Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan marah dan mengusir sepuluh duta besar negara asing yang menyerukan dukungan pada Kavala.
"Saya telah memerintahkan menteri luar negeri kami untuk mengumumkan 10 duta besar negara. asing tersebut akan di-persona non grata secepatnya yang memungkinkan," ujar Erdogan, Sabtu (23/10).
Erdogan tak memberitahu kapan tepatnya para 10 duta besar tersebut resmi diusir. Namun, Erdogan menegaskan, "Mereka harus pergi dari sini pada hari mereka tidak lagi bisa di Turki."
Para dubes yang akan diusir antara lain dari AS, Jerman, Denmark, Finlandia, Prancis, Belanda, Swediam Kanada, Norwegia, dan Selandia Baru.
Kavala merupakan pengusaha, filantropis, dan aktivis yang kerap menghadapi serangkaian tuduhan. Mulai dari protes anti-pemerintah 2013 hingga dugaan keterkaitan upaya kudeta militer yang gagal pada 2016 lalu.
Mengutip New York Times, Kavala menjadi tahanan politik yang paling terkemuka di Turki. Ia dibesarkan dan tinggal di Istanbul. Kavala berasal dari keluarga pedagang tembakau yang pindah dari Yunani ke Istanbul pada 1920-an.
Kavala belajar tentang ilmu manajemen di Universitas Teknik Timur Tengah di Ankara. Ia juga mempelajari ilmu ekonomi di Universitas Manchester, Inggris.
Kavala melakukan studi untuk gelar doktornya di The New School for Social Research di New York. Namun, studinya terhenti saat ayahnya meninggal dunia pada 1892.
Di usia 26, Kavala pergi ke Istanbul dan mengambil-alih perusahaan keluarganya, Kavala Group. Ia menikah dengan peneliti ilmu sosial Ayse Bugra pada 1988.
Kavala juga dikenal tertarik dengan isu lingkungan dan hak masyarakat sipil. Ia pernah menolak proyek pembangunan hotel di Turki setelah menonton "Turtle Diary" dan mengetahui bahwa pantai merupakan tempat yang penting bagi perkembangbiakan penyu.
Tak hanya menekuni dengan isu lingkungan, Kavala tertarik dengan isu budaya. Ketertarikannya ini berujung pada dibuatnya organisasi non-profit Anadolu Kultur, organisasi yang mendukung kolaborasi kultural dan seni.
Kavala juga mendukung terciptanya Pusat Kesenian Diyarbakir. Pusat kesenian ini menjadi tempat berkumpulnya seniman dari Istanbul dan kota-kota Eropa untuk bertemu dengan seniman lokal dan merancang proyek kolaboratif. Ia juga menjadi tempat para seniman untuk memeroleh koneksi dan dukungan profesional, bersumber dari Anadolu Kultur.
Saat gempa di 1999 terjadi, Kavala turut membantu pengungsi dengan membuat perumahan sementara bersama dengan berbagai organisasi masyarakat sipil dan kemanusiaan.
Kavala juga membantu berdirinya Open Society Foundation di Turki. Organisasi ini diciptakan oleh miliarder kelahiran Hungaria, George Soros, untuk mendukung demokrasi dan transparansi di seluruh dunia.
Penangkapan Osman Kaval dilakukan karena pemerintah beranggapan Kavala mencoba menggulingkan pemerintahan Erdogan. Ia dituduh membiayai dan mengatur protes anti-pemerintah yang berlangsung pada 2013 yang dimulai di Taman Gezi.
Erdogan menilai protes yang terjadi merupakan upaya untuk menggulingkan kekuasaannya, bukan protes yang terjadi secara spontan. Erdogan juga menilai dirinya berhasil menggagalkan 'kelicikan' yang mencoba membebaskan Kavala.
Sementara itu, Kavala menilai penangkapannya merupakan bagian dari drama politik Erdogan yang masih ingin berkuasa atas Turki. Kaval juga berpendapat bahwa hakim dan jaksa bersikap sesuai dengan wacana politik Erdogan.
"Akibatnya, norma hukum terkikis dan banyak orang dipenjara secara tidak adil," tulis Kavala kala diwawancarai lewat surat di penjara.
"Karena saya adalah aktor utama dalam dakwaan fiktif dan juga satu-satunya terdakwa yang ditangkap dalam kasus ini, saya yakin situasi saya dinilai sebagai contoh kasus istimewa yang terjadi karena alasan politik," tulisnya lagi.
Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa di Strasbourg juga menyatakan bahwa penahanan Kavala dilakukan tanpa alasan yang masuk akal oleh Pengadilan Turki.
"Penahanannya (Kavala) dilakukan untuk menghukumnya karena menjadi pengkritik Pemerintah (Turki)," kata pengadilan.
"Untuk membuatnya berhenti menjadi aktivis NGO dan pembela hak asasi manusia, untuk mencegah orang lain terlibat dalam kegiatan yang sama dan melumpuhkan (kekuatan) masyarakat sipil di negara itu."