Setelah Rusia berani menginvasi Ukraina pada Februari lalu, muncul kekhawatiran giliran China yang nekat menggempur Taiwan.
Selama ini, China selalu bertindak keras menghadapi ambisi Taiwan yang ingin merdeka. Beijing berulang kali menegaskan akan menggunakan segala cara, termasuk operasi militer, guna menyatukan kembali Taiwan dengan daratan China.
China juga semakin getol melakukan sederet provokasi militer mulai dari menggelar latihan tempur di Selat Taiwan hingga mengerahkan puluhan jet tempurnya menerobos masuk wilayah pertahanan udara (ADIZ) Taiwan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintahan Presiden Xi Jinping ingin menggunakan provokasi militer sebagai ultimatum kepada angkatan udara Taiwan bahwa China bukan lawan yang sepadan. Taipei kerap kelimpungan menghadapi berbagai provokasi dari jet-jet tempur China yang kerap menerobos wilayah udara Taiwan.
Seorang warga Taiwan, Chen Jong-Long, mengatakan sebagian besar warga lokal di wilayah itu sudah terbiasa dengan ancaman militer China. Ia menganggap sebagian besar warga Taiwan percaya cepat atau lambat China akan melancarkan pergerakan militer ke wilayah mereka.
"Bagi warga Taiwan, kekhawatiran terbesar terkait ancaman China itu bukan lagi soal apakah militer Cina akan menginvasi tanah kami atau tidak, ini soal kapan (itu akan terjadi)," ucap Chen kepada CNNIndonesia.com pada Selasa (5/7).
"Sejak saya kecil, saya sudah tahu bahwa pemerintah China telah menggelontorkan banyak waktu dan sumber daya untuk mempersiapkan potensi perang (dengan Taiwan). Bahkan, sekarang, mereka masih gigih mencari-cari waktu dan tempat yang tepat untuk melancarkan pergerakan militer tersebut," paparnya menambahkan.
Menurut Chen, invasi Rusia ke Ukraina pun membuat China menyesuaikan kembali strategi militernya. Ia menganggap invasi Rusia membuat Presiden China Xi Jinping sadar bahwa sebuah perang akan dibayar dengan harga sangat mahal.
Selain itu, Taiwan juga terus mempererat relasi dengan Amerika Serikat, saingan utama China. Selama beberapa tahun terakhir, AS-Taiwan di tangan Presiden Tsai Ing-wen terus meningkatkan kerja sama terutama dalam hal jual beli senjata dan industri semi-konduktor.
Mengkuti AS, sejumlah negara sekutu Negeri Paman Sam seperti Jepang dan Australia juga telah secara terbuka menjanjikan dukungan bagi Taiwan untuk menghadapi ancaman China.
"Itu membuat pemimpin China tersadar akan harga yang harus dibayar dari sebuah perang dan itu melebihi yang mereka bayangkan selama ini," ujar Chen.
"Ini membuat Taiwan memiliki waktu signifikan untuk berlindung dan mempertahankan wilayah kami untuk beberapa tahun ke depan," papar mahasiswa jurusan administrasi bisnis di National Chung Kung University Tainan itu menambahkan.
Chen menilai para pemimpin China tak akan begitu saja menyerah pada niat mereka untuk merebut kembali Taiwan yang dianggap sebagai wilayah pembangkang karena ingin memisahkan diri dan merdeka.
"Jadi pertanyaannya mana kah yang akan terjadi duluan? Militer China melancarkan pergerakan militer besar-besaran ke Taiwan atau berakhirnya era Partai Komunis China?" ujar Chen.