MbS juga mengeluarkan sederet pelonggaran kebijakan bagi perempuan di Arab Saudi.
Awal 2021 lalu, misalnya, Saudi mengizinkan perempuan yang berusia di atas 18 tahun mengubah nama mereka tanpa mengantongi izin wali, berdasarkan laporan Middle East Monitor.
Pada 2019, pihak berwenang juga mencabut pembatasan perjalanan bagi perempuan. Dalam aturan itu pula, perempuan di atas 21 tahun diizinkan mengajukan paspor dan bepergian dengan bebas, padahal sebelumnya harus didampingi wali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arab Saudi juga melakukan terobosan mengakhiri kebijakan kontroversial dengan mengizinkan perempuan menyetir mobil pada 2017.
Pada Februari 2021 lalu, pemerintah Saudi juga membuka pendaftaran Angkatan Bersenjata bagi perempuan. Mereka yang berusia 21 hingga 40 tahun boleh mendaftar.
Saudi Gazette melaporkan bahwa pada September 2021, Saudi meluluskan angkatan pertama tentara perempuan dari Pusat Pelatihan.
Saudi mengizinkan konser dan bioskop beroperasi di negara itu setelah tiga dekade dilarang.
Musisi dunia, seperti Mariah Carey dan Black Eyed Peas, disebut pernah tampil di Saudi.
Namun di tengah upaya reformasi itu, Saudi kerap menangkap orang-orang yang melancarkan kritik terhadap kerajaan.
Pengamat kajian Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Yon Machmudi, mengatakan Saudi masih belum cukup moderat.
"Masih belum [moderat]. Dari aspek norma agama dan sosial Saudi menjadi lebih moderat tetapi sisi politik masih otoritarian," kata Yon saat dihubungi CNNIndonesia.com pada Agustus lalu.
Senada, pengamat hubungan internasional dari Universitas Muhammadiyah Riau, Fahmi Salsabila, mengatakan usaha untuk tampak moderat tak sejalan dengan kondisi di dalam negeri.
Ia menegaskan bahwa Saudi hanya ingin dianggap terbuka terhadap dunia luar. Namun, dalam hal kebebasan berpendapat tetap tak ada ruang barang sejengkal.
"Upaya menuju moderat tak selaras dengan kebijakan dalam negeri yang justru masih represif terhadap kritikan rakyatnya," ucap Fahmi.
(isa/has/bac)