Sementara itu, bagi Rusia kemenangan Erdogan disebut bikin mereka girang. Selain kedekatan Erdogan dan Putin, Rusia menganggap kebijakan luar negeri pemimpin Turki itu sebagai aset.
"Itu tidak dianggap Moskow sebagai bentuk pro-Rusia. Itu dianggap sebagai pro-Turki, tapi itu juga tidak dianggap sebagai pro-Barat. Saya rasa itulah aspek utama yang cocok dengan agenda di Moskow, " kata Gasimov pada April lalu, seperti dikutip Radio France Internationale (RFI).
Dari sisi ekonomi, Turki juga bergantung pada minyak dan gas Rusia serta pendapatan dari ekspor pertanian ke negara itu. Perdagangan antara kedua negara mencapai US$62 miliar pada 2022. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan jumlah perdagangan antara AS dan Turki.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengamat politik Universitas Okan Istanbul, Zeynep Alemdar, menduga jika kedua negara putus hubungan maka Turki bakal kesulitan.
"Akan sulit menyeimbangkan hubungan dengan Rusia. Tak peduli, kedua negara saling ketergantungan secara ekonomi," ujar Alemdar.
Rusia disebut bakal khawatir jika pesaing Erdogan, Kilicdaroglu yang duduk di kursi kepresidenan Turki. Ini justru membuat AS senang. Sejumlah pengamat menilai Kilicdaroglu bakal lebih mendekat ke Barat jika dia menjadi presiden.
Jika menang, Kilicdaroglu akan meratifikasi keanggotaan Swedia untuk bergabung dengan NATO. Hal yang membuat Rusia kian ketar-ketir.
Pengamat dari Institut Kajian Asia dari Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, Boris Doglov, mengatakan Kilicdaroglu akan menjatuhkan sanksi ke Rusia, mengikuti langkah negara Barat, jika jadi presiden.
"Walaupun saya tak berpikir akan ada perubahan radikal dalam hubungan dengan Rusia, jika oposisi naik ke tampuk kekuasaan, keputusan bergabung dengan negara anti-Rusia bisa saja terjadi," ucap dia, seperti dikutip TASS.
(isa/pta)