ANALISIS

'Menggerus' Suara Ahok dengan Hantaman Perkara Al-Maidah

Raja Eben Lumbanrau | CNN Indonesia
Selasa, 08 Nov 2016 08:27 WIB
Dugaan penistaan agama dan demonstrasi pekan lalu berpotensi menggoyang massa mengambang, yang turut menentukan apakah mereka akan memilih Ahok atau tidak.
Pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta, yaitu Basuki Tjahaja Piurnama-Djarot Saiful Hidayat. (CNNIndonesia/ Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Survei soal elektabilitas pasangan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok-Djarot Saiful Hidayat bisa jadi masih mengungguli pasangan calon gubernur lainnya di Pilkada DKI Jakarta 2017.  Setidaknya hal itu terungkap pada hasil enam lembaga survei sepanjang tahun ini.

Pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dan duet Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni pun bukan tak mungkin, terus mempersiapkan strategi mereka untuk menghadang laju Ahok dan Djarot.

Adalah lembaga survei macam Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Populi Center, Skala Survei Indonesia (SSI), PolMark Research Center (PRC), Lingkaran Survei Indonesia (LSI), dan Media Survei Nasional (Median), yang menunjukkan hasil keunggulan Ahok-Djarot.

Walaupun unggul, elektabilitas Ahok-Djarot, berdasarkan survei yang dilakukan bulan September hingga Oktober 2016, cenderung menurun dibandingkan survei-survei sebelumnya. Sedangkan elektabilitas saingannya merangkak naik.

Survei SMRC dan Populi Center, misalnya, menunjukkan elektabilitas Ahok-Djarot berada di atas 40 persen. Lembaga survei lainnya, seperti SSI, PRC, LSI, dan Median, hanya menempatkan elektabilitas Ahok di kisaran 30 hingga 35 persen.

Padahal, survei PRC pada Juli 2016 menunjukkan elektabilitas Ahok masih 42,7 persen. Bahkan survei LSI pada Maret 2016 berada di 59,3 persen.

Sementara posisi kedua dan ketiga, saling bersaing antara Agus-Sylvi atau Anies-Sandi. Suara mereka bervariasi dari sekitar 15 persen hingga 25 persen dan cenderung meningkat.

Di tengah penurunan elektablitas, Ahok dihantam peristiwa 4 November 2016 atau #411. Puluhan ribu orang yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) melakukan unjuk rasa menuntut Ahok dihakimi atas dugaan penistaan agama.

Hal itu, terkait dengan pengutipan surat Al Maidah oleh Ahok di depan warga Kepulauan Seribu, beberapa waktu lalu.

Kemudian muncul pertanyaan, apakah elektabilitas Ahok terpengaruh akibat dugaan penistaan agama yang berujung pada demonstrasi besar-besaran? dan pemilih kalangan mana yang terpengaruh?

Menurut Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Sri Budi Eko Wardani, demo itu secara logis mempengaruhi potensi penurunan elektabilitas Ahok, terutama dari kelompok pemilih yang belum memiliki referensi politik (undecided voters) atau pemilih yang relatif mudah terpengaruh isu agama.

"Ahok sekarang ini menghadapi isu krusial yang bisa menggerus potensi elektabilitasnya, yaitu penistaan agama dan kebijakan penggusuran yang mudah menyulut emosi. Dan gelar perkara terbuka yang berlarut-larut bisa memupuk sentimen primodial makin kuat," katanya.

Selain itu, polisi akan melakukan gelar perkara terbuka atas dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok. 

Tapi di sisi lain, menurut Wardani, Ahok juga punya kelompok pemilih potensial yang selalu mendukungnya. "Jaringan PDIP juga menjadi kantong yang harus dimaksimalkan Djarot untuk mendongkrak keterpilihan," katanya.

Menggoyang Massa Mengambang

Senada dengan itu, menurut peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes, dugaan penistaan agama akan menggoyang pemilih mengambang (swing voters) dan undecided voters yang jumlahnya lebih dari 30 persen. 

"Saya kira pemilih loyal Ahok tidak akan goncang karena mereka adalah strong voters. Dalam situasi bila ada dua ekstrem pemilih haters dan lovers, kandidat moderat akan diuntungkan karena umumnya pemilih berada di zona tengah," katanya.

Arya menilai, kejadian 4 November dan dugaan penistaan agama akan mengubah pendekatan Ahok kepada pemilih muslim. "Prediksi saya, Ahok akan menemui tokoh-tokoh agama," katanya.

Peneliti CSIS lainnya, Vidhyandika D Perkasa mengatakan, demo dan dugaan penistaan agama itu dipakai untuk menjatuhkan citra dan menggerus elektabilitas Ahok di masyarakat.

"Yang terpengaruh adalah voters religius, bahkan pemilih berpaham moderat bisa jadi terpengaruh atas tuduhan penistaan agama," katanya.
Aksi protes anti Ahok yang diprediksi dapat memengaruhi elektabilitasnya pada Pilkada DKI Jakarta. (CNN Indonesia/Andry Novelino)Foto: CNN Indonesia/Andry Novelino
Aksi protes anti Ahok yang diprediksi dapat memengaruhi elektabilitasnya pada Pilkada DKI Jakarta. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Menurut Vidhyandika, dugaan penistaan agama menyebabkan peluang Ahok untuk menang tidak semulus sebelumnya. Para pesaing Ahok, elektabilitasnya beranjak naik, bahkan semakin mendekati Ahok.

"Ahok berpeluang menang ada, tapi tidak menang mudah. Kasus dugaan penistaan agama akan terus berlarut. Walaupun jika gelar perkara memutus tidak bersalah, Ahok akan terus diserang karena tujuannya untuk memenangkan persepsi di masyarakat yang akhirnya mendiskreditkan citra Ahok," katanya.

Peneliti LSI Adjie Alfaraby mengatakan, demo itu memang mempengaruhi pandangan pemilih Jakarta terhadap Ahok, terutama di segmen muslim.

Proses di Bareskrim

Namun, menurut Adjie, penyebab utama yang dapat meruntuhkan elektabilitas Ahok berada di proses pemeriksan Bareskrim Polri.

"Jika ada dugaan Ahok jadi tersangka. Itu akan jadi pukulan telak bagi elektabilitas Ahok," katanya.

Jika ternyata polisi menyatakan Ahok tidak bersalah, menurut Adjie, elektabilitas Ahok tidak lantas meningkat. Semua tergantung dari respons publik menyikapi keputusan itu.

"Survei di kita, voters yang tidak memilih Ahok karena isu agama itu 55 persen. 45 persen pemilih menganggap isu agama tidak penting. Tapi, 45 persen ini bisa terpengaruh dengan isu penistaan," kata Adjie.

Langkah untuk menggerus elektabilitas Ahok lewat dugaan penistaan mungkin saja berhasil, apalagi setelah aksi unjuk rasa 4 November kemarin. Namun sejauh mana penurunannya, belum bisa diprediksi.

Tergerusnya suara Ahok bukan dari pemilih loyal, melainkan berasal dari pemilih yang belum memiliki referensi politik (undecided voters) dan massa mengambang (swing voters).

Suara kelompok ini relatif  besar dan menentukan peta politik Pilkada DKI Jakarta. Namun untuk menggaet mereka, sulit-sulit gampang dan butuh perlakuan khusus. Cara efektif dan cepat adalah dengan mendapatkan momentum yang mampu memancing perasaan dan emosi para pemilih tersebut.

Bahkan dapat diprediksi, calon yang mampu menggaet massa ini lewat memontum politik, dapat menjadi pemenang pesta demokrasi DKI Jakarta tahun depan. (asa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER