Idil Akbar
Idil Akbar
Selain dikenal sebagai pengamat politik dari Universitas Padjajaran, Idil Akbar juga aktif menjadi peneliti di Pusat Studi Politik dan Keamanan Unpad. Idil yang banyak berkecimpung dalam dunia riset dan konsultan, juga pernah menjadi analis dan masih aktif menjadi dosen.

Pusaran Masalah Ahok Usai Status Terdakwa

Idil Akbar | CNN Indonesia
Rabu, 14 Des 2016 16:23 WIB
Kasus dugaan penistaan agama tak hanya berpotensi menurunkan elektabilitas Ahok, namun juga menguatnya kesadaran komunal berbasis keyakinan.
Terdakwa dugaan perkara penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama saat sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa, 13 Desember 2016. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Sidang kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahja Purnama alias Ahok yang dimulai pada Selasa, menginisiasi dua hal penting dalam konstelasi dan kontestasi politik di Jakarta. 

Pertama, sidang ini memberi pengaruh pada posisi Ahok sebagai petahana, yang sangat mungkin mengakibatkan penurunan elektabilitas sebagai cagub DKI atau sebaliknya, akan menaikkan elektabilitas, karena mendapatkan sorotan yang intensif (baca: pencitraan) dari media. 

Kedua, munculnya kesadaran komunal, yang terbentuk dari kesamaan perspektif berbasis keyakinan dan agama dan menghasilkan sentimen umat. Sehingga, muncul gerakan-gerakan masif yang menuntut penyelesaian kasus ini seadil-adilnya. 

Kesadaran komunal ini tak bisa dianggap remeh. Jika tak dikelola dengan baik, bahkan cenderung abai dengan tuntutan yang disampaikan, bukan tak mungkin akan menciptakan gerakan revolusioner.

Dalam politik terdapat idiom, there is no bad or good news in politics.  Artinya, baik berita buruk mau pun berita baik dalam politik akan punya kecenderungan baik di dalam politik. 

Karena itu, posisi Ahok dalam konstestasi Pilkada DKI ini pada dasarnya sudah memiliki keuntungan. 

Paling tidak perhatian masyarakat Jakarta tidak akan lepas dari dirinya. 

Ahok dalam hal ini tak akan kehilangan popularitasnya, bahkan semakin meningkat, disebabkan segala perhatian masyarakat tertuju pada proses persidangan.

Hanya, sejauh mana ini memberi pengaruh pada tingkat elektabilitasnya, itu semua sangat tergantung pada penilaian masyarakat pemilih Jakarta.  

Penurunan Elektabilitas

Setidaknya dari beberapa survei yang telah dilakukan di Jakarta menunjukkan posisi Ahok yang terus terdegradasi cukup signifikan. 

Di semua survei tersebut menunjukkan tingkat elektabilitas Ahok sudah tidak lagi di atas 40% (Maret – Juni 2016), tetapi sudah  berada di bawah 30% (November 2016). Meski, peluang untuk masuk dalam putaran kedua masih tetap ada. 
Ahok didakwa melakukan penistaan agama dan menimbulkan dampak politik bagi gubernur DKI Jakarta nonaktif. (CNN Indonesia/Safir MakkiAhok didakwa melakukan penistaan agama dan menimbulkan dampak politik bagi gubernur DKI Jakarta nonaktif. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Ahok didakwa melakukan penistaan agama dan menimbulkan dampak politik bagi gubernur DKI Jakarta nonaktif.

Apa yang bisa dibaca? 

Pertama, masalah penistaan agama menjadi titik balik paling berpengaruh dari penurunan elektabilitas tersebut. 

Disadari atau tidak faktanya terjadi penggeseran “nilai” Ahok, dari calon gubernur yang tegas dan mulai banyak membenahi Jakarta dengan berbagai kebijakan populis, menjadi calon gubernur yang menistakan agama. 

Ketidaksukaan orang-orang memang bersifat sentimentil, basisnya pun memang bukan rasional. Tetapi, dalam kacamata politik, nyatanya hal ini efektif merubah konstelasi politik Ahok dari sosok dominan dan hampir tak terkalahkan menjadi kompetitif bersama calon lainnya.

Kedua, masalah penistaan agama ini juga menjadi koneksi penting yang menghubungkan pola pikir masyarakat, khususnya Jakarta terhadap layak tidaknya lagi Ahok memimpin Jakarta nanti. 

Pola pikir yang mulai didominasi oleh adanya kekuatan lain di belakang Ahok yang mendorong dan mendukung Ahok untuk terus menerus eksis dalam kancah politik Jakarta. Bahwa kekuatan inilah yang mulai diyakini lebih berpengaruh dan berbahaya. 

Meski butuh pembuktian empiris, tetapi sekali lagi keyakinan ini memberi pengaruh pada konstelasi politik Ahok saat ini.

Lantas, bagaimana soal kemungkinan Gugur?

Persidangan penistaan agama oleh Ahok memang baru saja dimulai. Masih cukup lama untuk mendapatkan hasil apakah memang terjadi penistaan agama disana atau tidak.

Namun yang pasti, perhatian masyarakat Indonesia masih tetap akan tertuju pada proses persidangan, tahap demi tahap hingga mencapai keputusan yang berkekuatan hukum tetap. 

Maka, untuk memperoleh kemungkinan gugurnya Ahok dalam pencalonan sebagai calon gubernur DKI juga kecil. 

Kasus penistaan agama yang murni delik pidana tentu perlu pembuktian lebih dulu untuk menggugurkan sang calon.

Tapi untuk mundur pun calon tak bisa karena ketentuan UU menyatakan melarang calon yang sudah ditetapkan sebagai calon kepala daerah untuk mengundurkan diri, tanpa alasan yang bisa dibenarkan secara konstitusional. 

Meski demikian, jika terbukti bersalah maka kemungkinan gugur sebagai calon atau bahkan gubernur terpilih pun dapat terjadi. Yang terpenting adalah mengawal kasus ini agar diperoleh keadilan bagi semua. Semoga. (asa)
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER