Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pengawas Pemilu bersama tim sentra penegakkan hukum terpadu telah mengusut dugaan pemakaian surat keterangan (suket) yang berbeda dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) pada hari pemungutan suara 15 Februari lalu.
Rekomendasi pelanggaran administrasi diberikan Bawaslu kepada KPU DKI. Pengawas Pilkada juga memberi rekomendasi pelanggaran etik terhadap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Pelanggaran administrasi dan etik diduga dilakukan petugas pemungutan suara dan Dinas Dukcapil karena ditemukan 18 suket yang digunakan pemilih dan tidak sesuai ketentuan Kemendagri. Seluruh suket dan bukti perekaman yang ditemukan telah dipastikan keasliannya.
"Suketnya ada 18, dengan rincian suket ada kop surat Disdukcapil 6, kop surat kelurahan 3, tanpa kop surat 5, tanpa kop surat dan tanda tangan 2, serta bukti perekaman dengan kop surat Disdukcapil 2," ujar Komisioner Bawaslu DKI Muhammad Jufri di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (2/3).
Masalah timbul karena seharusnya surat-surat tersebut tak dimasukkan dalam kotak suara. Selain itu, format suket yang bisa digunakan seharusnya sesuai dengan ketentuan Kemendagri sejak diterbitkan 29 September 2016 hingga 14 Februari 2017.
Menurut Jufri, suket format lama memang ada yang tidak memuat tanda tangan Dinas Dukcapil. Suket versi lawas itu juga ada yang diizinkan diproduksi oleh Lurah.
Seharusnya suket versi lama ditukarkan agar masyarakat mendapat versi baru dokumen itu. Namun, warga dituntut memiliki inisiatif untuk menukar surat tersebut dengan dokumen sesuai spesifikasi Dirjen Dukcapil.
"Rekomendasi ke KPU sebagai pelanggaran administrasi, dan rekomendasi ke Pemprov DKI soal bagian etik. Direktorat Pemprov bagian pengawasan sebagai pelanggaran kode etik karena dia kan menyalahi," katanya.
(pmg/rdk)