Jakarta, CNN Indonesia -- Calon Wakil Gubernur Petahana Djarot Saiful Hidayat membandingkan dirinya yang pernah diperiksa polisi dengan Calon Wakil Gubernur Sandiaga Uno. Djarot mempertanyakan sikap Sandi tidak menghadiri panggilan polisi atas dugaan kasus penggelapan.
Djarot membandingkan persoalan yang merundung Sandi dengan masalah kasus pengadangan yang dialami Djarot saat berkampanye di wilayah Petamburan, Jakarta Pusat.
"Saya saja kemarin itu disidik polisi lho. Dua kali dan saya datang terkait pengadangan (kampanye). Saya datang lho," kata Djarot di Susukan, Jakarta Timur, Senin (27/3).
Djarot mengakui saat itu ia diperiksa atas kasus yang dia anggap kecil. Namun ia hadir sebagai bentuk menghormati proses hukum yang berjalan. Begitu pula dengan Calon Gubernur Petahana Basuki Tjahja Purnama (Ahok) yang dia sebut rajin memenuhi panggilan dari pemeriksaan sampai pengadilan.
Sebelumnya, Sandi meminta keringanan kepada Polda Metro Jaya untuk menunda pemeriksaan hingga berakhir masa kampanye putaran kedua Pilkada DKI 2017. Pasalnya ia sudah menyusun rangkaian kegiatan kampanye sampai 15 April mendatang.
"Karena agenda sangat padat, saya meminta penundaan sampai tanggal 19 April," kata Sandiaga di Posko Melawai, Jakarta Selatan, Selasa dini hari (21/3).
Menanggapi hal itu, Djarot tidak banyak berkomentar. Ia hanya mengingatkan bahwa Indonesia merupakan negara hukum.
"Apa berat banget minta keringanan? Ya gak taulah itu yang bersangkutan. Saya cuma sampaikan, negara kita itu negara hukum. Ikuti kaidah-kaidah hukum, ya kita hadapi dong," kata Djarot.
Sandiaga bersama rekan bisnisnya, Andreas Tjahyadi, dilaporkan oleh Fransiska Kumalawati Susilo selaku orang yang diberi kuasa melaporkan aduan Djoni Hidayat ke Polda Metro Jaya.
Laporan itu berkaitan dengan dugaan pidana penggelapan saat melakukan penjualan sebidang tanah di Jalan Raya Curug, Tangerang, Banten 2012.
Menurut Fransiska, Djoni telah berupaya menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan bersama Andreas dan Sandi. Upaya tersebut telah ia tempuh sejak Januari 2016. Namun Andreas dan Sandi tak kunjung menyelesaikan masalah tersebut hingga saat ini.
Tuduhan yang diajukan Fransiska kepada Andreas dan Sandi adalah pidana penggelapan sebagaimana diatur pasal 372 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).