Jakarta, CNN Indonesia -- Gugatan uji materi terhadap kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menuntut pidana pencucian uang telah diterima Mahkamah Konstitusi. Pakar hukum pidana menilai perlu ditambahkan pasal yang memberi kewenangan KPK dalam menuntut perkara pencucian uang.
Menurut pakar hukum pidana pencucian uang dari Universitas Trisakti Yenti Garnasih, penambahan tersebut dapat dilakukan pada undang-undang pencucian uang maupun undang-undang pemberantasan korupsi. “Ada masalah pada undang-undang karena memang tidak disebutkan KPK punya kewenangan untuk menuntut. Ya kita lengkapi,” ucap Yenti ketika dihubungi CNNIndonesia.com, Sabtu (30/8).
Menurut Yenti, pasal tersebut dapat disisipkan tanpa mengamandemen keseluruhan isi UU TPPU. Ada dua alternatif yang diusulkan Yenti, pertama, disisipkan di antara Pasal 75 dan Pasal 76 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Kedua, ditambahkan dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masukkan satu pasal bahwa penuntut TPPU adalah jaksa pada kejaksaan dan KPK atau pasal bahwa KPK berwenang menuntut korupsi dan pencucian uang,” tutur Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti tersebut.
Penambahan pasal tersebut mutlak dilakukan untuk menghindari gugatan maupun kontroversi. Memberikan dasar hukum kepada KPK untuk menuntut kasus pencucian uang melalui penyisipan pasal dalam UU akan lebih praktis dan aman. “Itu namanya evolusioner, pembaruan hukum. Ada cara praktis, cepat, anggaran sedikit, mudah, dan aman,” ujarnya.
Yenti tidak menyanggah bahwa telah ada yurisprudensi yang seakan menguatkan KPK dalam melakukan penuntutan perkara pidana pencucian uang. Namun hal tersebut tidak dapat selamanya dipertahankan karena memiliki dasar hukum dalam UU akan jauh lebih kuat. "Memang ada yurisprudensi, tetapi secara teori tidak baik," katanya.
Apalagi, lanjut Yenti, di antara para hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi juga terjadi
dissenting opinion. "Selama ini kuat karena hakim lima, tiga di antaranya setuju. Permasalahannya adalah kalau nanti yang tiga
dissenting bagaimana?" tandasnya.
Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia Mudzakir berpendapat sama dengan Yenti. Menurut Mudzakir, perlu dilakukan amandemen terhadap UU Nomor 8/2010 dengan menambahkan pasal kewenangan KPK dalam menuntut pencucian uang. Opsi lain adalah dengan membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. "Harus diatur dulu di undang-undang. Kewenangan menyidik saja diatur dalam pasal," ucap Mudzakir.
Seperti diberitakan, bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar melakukan judicial review terkait kewenangan KPK menuntut perkara pencucian uang. Gugatan diajukan Akil menyusul vonis penjara seumur hidup yang ditetapkan hakim Pengadilan Tipikor karena menerima suap di sejumlah sengketa pilkada dan melakukan pencucian uang. Menurut Akil, KPK tak berhak menuntut pidana pencucian uang.