Jakarta, CNN Indonesia --
Wanita berbalut baju merah jambu duduk di kursi kayu. Di depan ruang sidang 2.06 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (2/9), ia tampak lemas. Wajahnya lelah menunggu waktu sidang yang tak jua tiba. Di sisinya, seorang lelaki berbalut baju dan celana hitam berdiri.
Lelaki dan wanita itu adalah orang tua korban pembunuhan, Ade Sara Angelino Suroto (19), bernama Elisabeth Diana dan Suroto.
Hari ini --hampir enam purnama pascakematian anak mereka-- sidang pembacaan eksepsi dari tersangka pembunuhan Ahmad Imam Al Hafidt (19) dan Assyifa Ramadhani (18) digelar. Sidang yang sedianya dihelat pukul 11.00 WIB mundur selama satu setengah jam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama jeda waktu menunggu, sang ibu mencurahkan isi hatinya. Sembari duduk, Elisabeth menceritakan panjang lebar kasus anaknya. Selama berbicara, matanya berkaca-kaca menahan isak tangis. Sesekali ia mengusap mata dan hidungnya yang memerah. "Kalau Sara masih hidup, Sara pasti masih ingin bersama saya," katanya mengenang Sara.
Elisabeth merasa hak anaknya untuk hidup dan hak dirinya untuk menghabiskan waktu bersama buah hatinya telah dirampas paksa. Meski demikian, dengan terbata-bata dia menuturkan untuk berusaha ikhlas dan merelakan anaknya.
"Kalau hak saya sudah dirampas oleh Hafidzt dan Assyifa, apakah saya punya hak untuk marah dan membalas dan memperlakukan mereka sebagaimana mereka memperlakukan anak saya?" ucapnya berusaha tegar.
Elisabeth sembari mengusap air mata mengatakan, "itu gak mudah. Tapi saya menyerahkan ke penegak hukum untuk membela hak saya yang sudah dirampas sebagai orang tua dan juga membela hak Sara."
Beberapa waktu lalu, dia bercerita, sempat mengusap kepala Hafidt. Elisabeth mengaku sudah memaafkan mantan kekasih anaknya itu. Meski demikian, ia tetap memperjuangkan keadilan hukum untuk anaknya."Itu ada di pundaknya jaksa dan hakim. Saya tidak mau main hakim sendiri," ujar Elisabteh, tegas.
Suroto menimpali sang istri. "Kami harap ada proses keadilan di hukum," katanya singkat. Ia memang irit bicara dan membiarkan sang istri bercerita.
"Meski Sara sudah meninggal, tapi dia juga pasti minta keadilan," kata Elisabeth menambahkan.
Kedua tersangka Hafidt dan Assyifa adalah mantan teman sekolah di SMA 36 Jakarta Timur, didakwa melakukan pembunuhan terhadap Sara. Motifnya adalah permasalahan percintaan. Assyifa yang saat itu tengah menjalin kisah asmara dengan Hafidt, memergoki pacarnya dan Sara berkirim pesan singkat mesra. Assyifa pun terbakar cemburu.
Bersama dengan Hafidt, Assyifa menemui Sara, Rabu (5/3) di bilangan Menteng, Jakarta Pusat. Setelah terjadi perselisihan antar ketiga pihak, Sara dibawa masuk ke mobil dan diajak berjalan sepanjang Jakarta Selatan dan Timur. Saat itulah, pembunuhan dilakukan.
Setelah melakukan pembunuhan, kedua sejoli tersebut membuang jenazah Sara di bawah jembatan Tol Bintara Kilometer 41, Bekasi Timur. Jenazah ditemukan Rabu pagi (5/3). Sehari kemudian, polisi berhasil menangkap Hafidt dan Assyifa di tempat terpisah.
Betapa sulit ikhlas untuk seorang ibu yang telah kehilangan sang buah hati, memaafkan Hafidt dan Assyifa jadi obat paling mujarab bagi Elisabeth meski tak mungkin menghilangkan kesedihan. Hakim dan jaksa lah yang kemudian menjadi tumpuan harapan keadilan bagi orang tua Sara.