Jakarta, CNN Indonesia -- Kasus penyelundupan bahan bakar minyak (BBM) di Batam, Kepulauan Riau, ke pasar gelap di laut lepas diketahui menggunakan modus bisnis pembangunan rumah toko (ruko) sebagai wadah tempat pencucian uang.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Kamil Razak mengatakan, salah satu dari lima pelaku yang tertangkap atas kasus ini, diketahui berperan sebagai pengusaha ruko di Bengkalis, Kepulauan Riau.
“Dari hasil penyidikan, DN alias Du Nun, mengalihkan, menyamarkan, atau menggabungkan harta kekayaannya dari hasil kejahatan. Pencucian uang kejahatan dilakukannya melalui jual beli ruko,” kata Kamil dalam jumpa pers di Kantor Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Jakarta, Senin (8/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kamil memaparkan, Du Nun dikenal sebagai pemilik ratusan toko di Bengkalis. Untuk harga satu ruko yang dijualnya, Du Nun mematok harga di kisaran Rp 400 juta. “Dari sana dia memutar uang hasil penyelundupan,” ujarnya.
Terungkapnya kasus penyelundupan BBM yang dilakukan oleh Du Nun dan kelima temannya itu bermula dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang menemui adanya transaksi uang yang disamarkan, dialihkan, serta ditransferkan senilai Rp 1.3 triliun. Uang tersebut ditransfer melalui rekening milik pegawai negeri sipil Pemerintah Kota Batam, Niwen Khairiah, ke-11 rekening lainnya, yang salah satunya adalah rekening milik Du Nun.
Atas penyelundupan uang dan pencucian yang dilakukan oleh Du Nun, Niwen, Abob dan Yusri (Senior Supervisor Pertamina Regional I Tanjung Uban), serta Arifin (pekerja harian lepas TNI AL), kini dijerat pasal 2, pasal 5 ayat 2, pasal 11, pasal 12 a dan b UU Nomor 20 tahun 2001 atas perubahan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dan pasal 3 dan pasal 6 UU Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dalam UU Nomor 45 tahun 2003 juncto pasal 55, 56, dan 44 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.