MK Didesak Percepat Pleno Gugatan UU MD3

CNN Indonesia
Rabu, 10 Sep 2014 16:09 WIB
Kalau putusan setelah 1 Oktober dianggap tak ada gunanya. Apakah Mahkamah Konstitusi akan membiarkan itu terjadi? Ancaman bagi program dan agenda pemerintahan Jokowi.
Gedung Mahkamah Konstitusi. (Foto: detikFoto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mendesak Mahkamah Konstitusi mempercepat pleno gugatan Undang-Undang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). Desakan dilakukan menyusul kekhawatiran PDIP bahwa posisi pimpinan DPR akan dikuasai oleh Koalisi Merah Putih.

“Kalau putusan setelah 1 Oktober, ya nggak ada gunanya. Apakah MK akan membiarkan itu terjadi? Kalau melihat syahwat (politik) kawan-kawan (Koalisi Merah Putih), tidak akan bisa jalan program dan agenda Jokowi,” kata Ketua Bidang Hukum DPP PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan di MK, Jakarta, Rabu (10/9).

Trimedya meminta MK membuat putusan sela untuk UU tersebut jika belum bisa menetapkan putusan akhir. “Sehingga suasana di DPR bisa tenang. Jokowi-JK juga bisa mulai bekerja dengan tenang,” katanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Putusan sela tersebut, lanjut Trimedya, dapat diambil dengan menetapkan pimpinan DPR sementara untuk memegang kendali badan legislatif. “Bisa saja menetapkan pimpinan sementara, pakai pimpinan yang lama, atau ditunda sampai ada putusan akhir,” ujar Trimedya.

Saat sidang lanjutan, kuasa hukum PDIP Andi Muhammad Asrun juga mendesak MK mempercepat pleno dan membuat putusan sela apabila putusan akhir tidak dapat dibacakan sebelum tanggal pelantikan anggota DPR, 1 Oktober 2014.

PDIP mengajukan uji materi UU MD3 Pasal 84, Pasal 97, Pasal 104, Pasal 109, Pasal 115, Pasal 121, dan Pasal 152. Dalam pasal tersebut, aturan pemilihan pimpinan DPR tidak lagi diberikan secara langsung pada partai pemenang pemilu legislatif. Pemilihan Ketua DPR menganut sistem paket yang diajukan oleh lima fraksi untuk posisi satu ketua dan empat wakil ketua.

Koalisi partai di lembaga perwakilan rakyat periode 2014-2019 terdiri dari dua kubu yaitu Koalisi Merah Putih yang didukung oleh Fraksi Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Keadilan Sejahtera. Kelima partai tersebut dapat mengajukan satu nama untuk lima posisi pimpinan DPR.

Sementara kubu koalisi Joko Widodo-Jusuf Kalla yang diusung PDIP, hanya didukung oleh tiga fraksi yakni Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Hati Nurani Rakyat, dan Partai Nasional Demokrat.

PDIP menilai peraturan tersebut bertentangan dengan Pasal 82 ayat 1 UU Nomor 27/2009 tentang MD3 sebelum direvisi, yang menetapkan pimpinan DPR terdiri atas satu ketua dan empat wakil ketua yang berasal dari partai pemenang pemilu. Pada pemilu legislatif April lalu, PDIP mendulang suara terbanyak sekitar 23 juta suara (18,9 persen) dan memperoleh 109 kursi DPR.

Hal itu membuat PDIP merasa dirugikan dengan keberadaan UU MD3 yang baru. Jika PDIP kurang kuat dalam legislatif, Trimedya meyakini hal itu mempersulit langkah Jokowi-JK merealisasikan program yang telah direncanakan. “Ini bukan perbaikan demokrasi, tapi menguasai parlemen,” kata Trimedya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER