Kasus penyelundupan bahan bakar minyak yang terjadi di Batam dan terungkap oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri ternyata bukan kasus pelanggaran hukum yang pertama kalinya dilakukan oleh perusahaan kapal tanker yang bekerja sama dengan PT Pertamina. Selama kurun waktu satu tahun, ada 20 perusahaan kapal yang diputus hubungan kerja sama dengan Pertamina.
“Sekitar satu tahun ke belakang, ada 20 kapal dan seratusan ABK (anak buah kapal) yang diputus hubungan kerja karena terbukti melakukan pelanggaran hukum,” ujar Media Manager Pertamina Adiatma Sardjito saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (10/9).
Dia menjelaskan, hal tersebut terjadi karena dari 200 kapal yang tersebar di seluruh Indonesia oleh Pertamina, 62 di antaranya adalah kapal milik Pertamina. Sedangkan sisanya adalah milik perusahaan kapal tanker yang bekerja sama dengan Pertamina. “Untuk yang di Tanjung Uban, itu bukan punya Pertamina,” kata Adiatma.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenai terungkapnya kasus di Batam, Adiatma mengakui, kawasan tersebut sebagai kawasan perbatasan yang membuat rentan terjadinya pelanggaran hukum. “Di sana menjadi rawan karena memang daerah perbatasan. Pertamina beberapa kali melakukan pengawasan langsung ke sana,” ujarnya.
Berkenaan dengan kasus di Batam, Pertamina memastikan, akan melakukan pemutusan hubungan kerja dengan Yusri, sebagai Senior Supervisor Pertamina Regional I Tanjung Uban. Yusri diketahui memiliki tugas sebagai pengawas penyelundupan BBM dari Dumai ke Siak, Batam dan Pekanbaru, dalam sindikat mafia minyak.
Adiatma menambahkan, pihaknya hingga kini masih menunggu proses kepolisian sebelum akhirnya menjatuhkan sanksi kepada Yusri. Tidak hanya itu, pemutusan kerja sama juga akan dilakukan oleh Pertamina kepada perusahaan kapal tanker yang melakukan pelanggaran. “ABK, kapal, perusahaan hingga pemilik yang ketahuan melakukan pelanggaran pasti akan kami blacklist,” tegasnya.
Seperti diketahui sebelumnya, pada pekan lalu lima orang sindikat penyelundupan bahan bakar minyak tertangkap oleh Bareskrim setelah dilaporkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atas endapan uang sejumlah Rp 1.3 triliun yang berada di rekening seorang pengusaha rumah toko di Kepulauan Riau.