Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memperingatkan saksi Baroto Setiono, Staf Sub Direktorat Pengelolaan dan Pemeliharaan Aset Universitas Indonesia (UI). Peringatan disampaikan menyusul perbedaan kesaksian yang disampaikan Baroto.
Saksi Baroto merupakan panitia lelang proyek infrastruktur di Perpustakaan UI. Ia hadir untuk terdakwa mantan Wakil Rektor UI Tafsir Nurchamid.
"Saya ingatkan, panitia lelang tidak terbagi-bagi, ya administrasi, ya teknis, itu sama. Jangan cari selamat sendiri-sendiri," kata Sinung Hermawan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (17/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara Jaksa Penuntut juga mengeluhkan hal yang sama. "Saksi banyak membuat pernyataan "buang badan", Yang Mulia," kata jaksa.
Menanggapi hal tersebut, Hakim Ketua Sinung mengizinkan pemeriksaan saksi tidak digabungkan.
Dalam sidang, saksi Baroto mengaku tidak tahu ihwal keterlibatan terdakwa bekas Wakil Ketua Rektor UI dalam pemenangan tender proyek pengadaan infratruktur teknologi di Perpustakaan UI.
"Dalam lima hari rapat dan menentukan, apakah ada instruksi dari terdakwa (Tafsir)? Apakah terdakwa ikut rapat?" tanya jaksa saat sidang.
Baroto menjawab tidak tahu. Jawaban tersebut bertentangan dengan pernyataan Direktur Umum dan Fasilitas UI Donanta Dhaneswara pada sidang sebelumnya, Rabu (10/7).
Donanta mengatakan Tafsir mengeluarkan surat edaran yang meminta panitia pelelangan termasuk Baroto untuk memenangkan PT Makara Mas, perusahaan milik UI.
Merujuk pada berkas dakwaan jaksa, PT Makara Mas kemudian meminjam bendera perusahaan lain yakni PT Netsindo Inter Buana untuk memudahkan pengelolaan keuangan. Meski demikian, seluruh pengerjaan proyek dilakukan Makara Mas.
Dalam pengerjaannya, Makara Mas tidak melakukan pembelian barang sesuai kesepakatan dengan spesifikasi teknis tertentu. Terdapat pula indikasi pemahalan harga dalam pengadaan.
"Yang berubah jumlah barang dan waktu, jadi naik," kata Baroto menegaskan.
Durasi proyek yang rencananya hanya dikerjakan dalam waktu 60 hari mundur menjadi 90 hari. Hal tersebut menyebabkan penggelembungan anggaran dan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 13 miliar.
Atas tindakannya, Tafsir didakwa melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dia didakwa menandatangani surat persetujuan yang disengaja untuk memundurkan proyek tersebut.
Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan yang dirilis Januari 2012 menunjukkan, potensi kerugian negara mencapai Rp 45 miliar dalam dua proyek di universitas tersebut.