CNN Indonesia -- Pidana korupsi menjerat banyak elite dan kader partai politik yang masih aktif sebagai pejabat negara. Meskipun sejumlah kader telah menjadi tersangka kasus korupsi, Partai Demokrat menolak melakukan pemecatan sebelum ada kekuatan hukum tetap.
Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Marzuki Alie memastikan kader Demokrat yang tersangkut korupsi tidak akan saat masih berstatus sebagai tersangka. "Jangan zalim sama orang. Kalau dalam proses tidak bersalah, ya tidak bisa (dipecat). Kalau (statusnya) terpidana lihat juga, kalau belum inkracht tidak bisa," kata Marzuki ketika diwawancarai di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (19/8).
Dalih tersebut dia kemukakan mengingat ada asas praduga tak bersalah dalam hukum positif di Indonesia. "Bisa saja dilepas jabtannya, tapi kalau dipecat dari anggota (partai) tidak bisa," ujar Ketua DPR ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pendapat berbeda disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Coruption Watch (ICW) Ade Irawan. Menurut Ade, partai politik harus memecat kader yang terlibat kasus korupsi sejak ditetapkan jadi tersangka. Terlebih, kader yang lolos menjadi anggota legislatif dan akan dilantik 1 Oktober nanti. "Parlemen bisa dianggap lembaga yang korup. Ini penting bagi partai untuk mengembalikan kepercayaan publik. Kami akan kirim surat kepada partai terkait kader yang terlibat korupsi," kata koordinator ICW Ade Irawan ketika dihubungi.
ICW menemukan sedikitnya 13 kader Demokrat terjerat korupsi dan lolos menjadi anggota legislatif periode mendatang. Mereka adalah Rizki Taufik (DPRD Kabupaten Bandung), Rido Harahap (DPRD Kabupaten Padang Lawas), Sunardi (DPRD Situbondo), Jero Wacik (DPR RI), Eri Zulfian (DPRD Sumatera Barat), Argo Vigensius (DPRD Kabupaten Bolaang Mongondow Timur), Tomy Sumendap (DPRD Bolaang Mongondow Timur), Wellem Puttileilahat (DPRD Kabupaten Seram Bagian Barat), dan empat orang dari DPRD Papua Barat yakni Harianto, Imanuel Yenu, Aminadab Asmuruf, serta Robert Melianus Nauw. Sebanyak 12 orang dari mereka berstatus tersangka dan satu orang lainnya sebagai terdakwa.
Sementara itu, politisi senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pramono Anung menuturkan akan menindak tegas kader partai yang menjadi terpidana kasus korupsi. "Secara politik dia sudah tidak (punya) kewenangan untuk dilantik menjadi anggota DPR," kata Pramono.
Lebih lanjut dia mengatakan, partai berlambang banteng moncong putih itu akan menindaklanjuti laporan 10 kader yang terlibat korupsi namun lolos menjadi anggota legislatif. "Aturan main hukum tetap harus ditegakan dan ini menjadi tanggung jawab partai termasuk PDIP," kata Doktor Ilmu Komunikasi tersebut.
Sepuluh kader PDIP tersebut adalah Bambang DH (DPRD Jawa Timur), Idham Samawi (DPR RI), Nipbianto (DPRD Lamongan), Heri Jumadi (DPRD Solo), Marten Apuy (DPR RI), Jemi Eliser (DPRD Kabupaten Bolaang Mongondow Timur), Herdian Koosnadi (DPR RI), Nuryadi (DPRD DIY), dan Sukardi (DPRD Gunung Kidul Yogyakarta). Delapan dari mereka berstatus tersangka, satu orang terdakwa, dan satu orang terpidana serta diputus Mahkamah Agung satu tahun penjara.
Hingga saat ini, KPK telah merekomendasikan kepada Komisi Pemilihan Umum untuk menangguhkan pelantikan tiga orang politisi yang lolos ke Senayan. KPU kemudian mengusulkan rekomendasi tersebut kepada Presiden.
Tiga orang politisi tersebut adalah Jero Wacik (Demokrat), serta Idham Samawi dan Herdian Koosnadi (PDIP). Jero terlibat kasus pemerasan dan korupsi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang diduga merugikan negara hingga Rp 9,9 miliar. Idham terjerat kasus korupsi dana hibah untuk klub sepak bola Persiba Bantul. Herdian terjegal kasus korupsi pembangunan Puskesmas di Tangerang Selatan.