Jakarta, CNN Indonesia -- Mabes Polri resmi menetapkan empat warga negara asing yang ditangkap di Poso sebagai tersangka. Keempatnya dijerat pasal pendanaan terorisme terkait jaringan terorisme internasional.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan, status tersangka ditetapkan pada Sabtu (19/9). "Keempatnya langsung ditahan dan saat ini proses pemeriksaan masih berlangsung," kata Boy kepada wartawan di Jakarta, Senin (22/9).
Boy menyebutkan, empat warga yang mengaku berasal dari Turki tersebut dikenai Pasal 15 juncto Pasal 7 dan Pasal 13 ayat 3 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pemberantasan Terorisme. Pasal 15 meminta lembaga pengawas pengatur yang menemukan transaksi keuangan mencurigakan terkait pendanaan terorisme agar melapor ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain pendanaan teroris, mereka juga disangka melanggar Pasal 119 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian. Pasal 119 ayat 1 menyebutkan, setiap orang asing yang masuk ke Indonesia tanpa memiliki visa yang sah dipenjara maksimal lima tahun dan denda Rp 500 juta. Pasal 119 ayat 2 menyatakan, orang asing yang diduga menggunakan visa palsu dibui maksimal lima tahun dan denda Rp 500 juta.
Menurut Boy, Mereka berempat diduga datang ke Indonesia untuk bertemu dengan jaringan terorisme kelompok Santoso. "Kami meyakini hal tersebut karena tiga warga negara Indonesia yang menjemput mereka tergabung dalam kelompok Santoso," ujar Boy.
Boy menambahkan ketiga waga negara Indonesia turut andil dalam mengatur perjalanan keempat warga asing hingga mereka tiba di Poso. "Mereka bertiga mendampingi WNA dari Makassar hingga tertangkap di Poso," katanya.
Empat orang WNA yang mengaku berasal dari Turki tersebut ditangkap pihak kepolisian pada Sabtu (13/9) sore di Poso. Mereka melarikan diri saat ada razia yang dilakukan polisi. Sementara ketiga WNI ditangkap lebih awal oleh tim kepolisian.
Saat pemeriksaan dilakukan terbukti keempat WNA tersebut bukan berasal dari Turki. Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Uighur, digunakan oleh Suku Uighur yang tersebar di Asia Tengah. Bahasa membuat penyidik kesulitan untuk berkomunikasi dan mengorek informasi dari mereka.
Menurut Boy, penyidikan utama dilakukan terkait maksud pertemuan mereka dengan kelompok Santoso. "Kami punya waktu 120 hari dan mereka menjadi kewenangan tim penyidik," kata Boy.
Ketiga warga negara Indonesia tersebut yaitu Saiful Priatna alias Ipul, Yudit Chandra alias Ichan, dan M Irfan alias Ifan. Ketiganya ditangkap bersama empat warga negara asing pada 13 September 2014. Tim Detasemen Khusus Antiteror telah menggeledah kediaman tiga warga negara Indonesia tersebut di Desa Lembara, Palu dan Dusun Kinta, Desa Nupabomba, Donggala.