Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Harry Witjaksono mengatakan pembuktian dan penuntutan tindak pidana pencucian uang dapat dilaksanakan tanpa membuktikan tindak pidana asalnya (
predicate crime) terlebih dahulu. Menurutnya, frase 'patut diduga' yang tercantum dalam pasal 3, 4, dan 5 UU TPPU, yang diujikan dalam gugatan Akil Mochtar ke Mahkamah Konstitusi, kini nmenjadi pembahasan yang panjang di tingkat panitia kerja DPR.
"Rumusan 'patut diduga' bermakna sejumlah uang ditransfer atau dialihkan atau diterima. Seharusnya pelaku bisa menduga sumber kekayaan berasal dari tindak pidana," kata Harry saat memberikan kesaksian dari pihak DPR, dalam sidang lanjutan gugatan uji materi UU TPPU Akil Mochtar ke MK, Senin (22/9) petang.
Menurut Harry, secara hukum transaksi pencucian uang yang patut diduga dari hasil tindak pidana dapat diminta pertanggungjawaban pidananya. Ia juga menuturkan, frase tersebut juga berarti kondisi pelaku memiliki pengetahuan, keinginan, tujuan, dan melakukan transaksi yang mengisyaratkan tindakan hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Senada dengan Harry, saksi dari pihak pemerintah yang diwakili oleh Pelaksana Tugas Dirjen Peraturan dan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Muallimin Abdi, juga mengatakan TPPU dapat dibuktikan meski tindak pidana asal belum dapat dibuktikan terlebih dahulu, karena ada unsur kesengajaan untuk mengalihkan harta kekayaan. Di samping ketiga pasal itu, Harry menambahkan, penafsiran tersebut juga dapat dilihat dari klausa dalam pasal 69 UU TPPU.
"TPPU bukanlah aksesoris. Karena itu penuntutannya bisa dilakukan terlebih dahulu tanpa membuktikan tindak pidana asal," ucap Muallimin dalam sidang.
Keduanya sepakat, mekanisme pembuktian pencucian uang melalui "
follow the money" telah terbukti dapat mengungkap kasus korupsi dan pencucian uang. Mekanisme tersebut juga diterapkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang mendeteksi dan memetakan simpul jaring transaksi keuangan mencurigakan oleh seseorang.
Sementara itu, kuasa hukum Akil Mochtar, Adardam Achyar, mengaku harus membuktikan terlebih dahulu tindak pidana asal seperti korupsi, untuk kemudian membuktikan tindak pidana pencucian uang. "Jadi orang menduga harus ada dasarnya," kata Adardam, usai persidangan.
Pada persidangan perdana, Jumat (29/8) silam, dia juga mengatakan apabila tindak pidana asal atau
predicate crime belum jelas, maka tidak bisa disidik sebuah kasus pencucian uang, karena tidak ada bukti yang kuat. Tercantumnya pasal tersebut, menurut Adardam, menyebabkan banyak harta kekayaan Akil yang secara nyata tidak ada kaitan dengan tindak pidana asal, lantas dirampas untuk kekayaan negara.
Polemik pembuktian tindak 'pidana asal' ini juga menjadi pembahasan di berbagai sidang kasus korupsi dan TPPU lain seperti sidang mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan kasus simulator SIM Djoko Susilo. Pakar hukum pidana juga memiliki versi masing-masing. Seperti halnya yang disampaikan oleh pakar hukum dari Universitas Islam Indonesia, Mudzakir.
Menurut Mudzakir, penyelidikan, penyidikan, dan pemeriksaan kasus korupsi harus dipisahkan dengan TPPU. "Tidak identik TPPU dengan korupsi (sebagai tindak pidana asal)," katanya, ketika dihubungi CNN Indonesia, Jumat (29/8) lalu.