Sekretaris kelompok kerja hakim yang juga menjabat Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Ridwan Mansyur mengakui jika pokja yang membahas ihwal PK berulang berjalan alot. "Banyak hal yang ternyata terimplikasi dari putusan MK itu," kata Ridwan menerangkan kepada CNN Indonesia, Selasa (23/9).
Pertama, kata Ridwan, adalah soal definisi. "Perlu ada definisi yang jelas dan terperinci mengartikan putusan MK, apakah itu PK berkali-kali cuma boleh dua atau gimana itu sedang dalam Pembahasan," katanya. "Persoalan itu saja sudah cukup memusingkan untuk dibahas."
Sebagaimana diketahui, Mahkamah Konstitusi telah mengabulkan permohonan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar yang menguji Pasal 268 ayat 3 UU KUHAP yang membatasi permohonan peninjauan kembali hanya satu kali.
Mahkamah menyatakan, Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang memuat ketentuan pengajuan PK hanya satu kali bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah berpendapat keadilan tidak dibatasi oleh waktu dan hanya boleh sekali karena dimungkinkan ditemukan keadaan baru (novum) yang pada saat PK sebelumnya belum ditemukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Ridwan kelompok hakim yang diketuai Artidjo Alkostar ini sedang terus berupaya utuk bisa mengoperasionalisasikan putusan Mahkamah Konstitusi. Sebab putusan MK sifatnya sudah final dan mengikat. Sehingga harus mendapat landasar operasionalisasi yang jelas.
Sebenarnya soal upaya hukum luar biasa peninjauan kembali, sebelumnya MA memberi ruang dimungkinkannya PK lebih dari sekali. Peluang itu bisa dibenarkan melalui Surat Edaran MA No. 10 Tahun 2009 yang bertujuan untuk mencari kebenaran materil. SEMA itu menyebutkan pengajuan PK hanya satu kali, kecuali apabila ada dua putusan yang sama, tetapi putusannya saling bertentangan. "Sementara kita lihat dulu gimana, kemungkinan ada beberapa regulasi MA yang harus dilihat kembali," katanya.