PK Berulang Siasat untuk Halangi Eksekusi

CNN Indonesia
Selasa, 23 Sep 2014 13:57 WIB
Putusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan PK lebih dari sekali itu, berimplikasi menghambat pelaksanaan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap.
ilustrasi (CNN Indonesia/Fajrian)
Jakarta, CNN Indonesia --

Putusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan PK lebih dari sekali itu, berimplikasi menghambat pelaksanaan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap. “Ketika perkara sudah dieksekusi, beberapa tahun kemudian seseorang mengajukan PK lagi dan lagi, sepertinya perkara tersebut tidak ada akhirnya,” ujar Sekretaris Kelompok Kerja Hakim, Ridwan Mansyur kepada CNN Indonesia, Senin (23/9).

Menurut Ridwan menyikapi putusan MK itu, Mahkamah Agung merasa harus lebih keras memberi pemahaman dan pembelajaran kepada masyarakat pencari keadilan atau lawyer bahwa PK harus sesuatu yang luar biasa. Artinya, harus ada bukti baru yang kuat dan signifikan, novum, ada kekhilafan yang nyata sesuai syarat Pasal 268 ayat (2) KUHAP.  “Sebenarnya tidak mudah mengajukan PK, tetapi perkara apa aja bisa diajukan PK,” katanya.

Faktanya pun, banyak perkara pengajuan PK yang ditolak karena pemohonnya tidak mampu menyodorkan bukti (novum) baru yang serius. Umumnya, banyak pemohon PK hanya untuk menghalangi proses eksekusi dan mencari-cari alasan untuk memperlama proses. Sementara novum dan argumentasinnya tidak beralasan hukum. “Putusan MK itu justru menjauhkan rasa keadilan dan kepastian hukum, kan akhirnya kasihan pencari keadilan,” ujar Ridwan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ridwan mengakui sebelumnya MA memberi ruang dimungkinkannya PK lebih dari sekali melalui SEMA No. 10 Tahun 2009 yang bertujuan untuk mencari kebenaran materil. SEMA itu menyebutkan pengajuan PK hanya satu kali, kecuali apabila ada dua putusan yang sama, tetapi putusannya saling bertentangan. “Sementara kita lihat dulu gimana, kemungkinan ada beberapa regulasi MA yang harus dilihat kembali,”  katanya.

Mahkamah Konstitusi telah mengabulkan permohonan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar yang menguji Pasal 268 ayat 3 UU KUHAP yang membatasi permohonan peninjauan kembali hanya satu kali.

Mahkamah menyatakan, Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang memuat ketentuan pengajuan PK hanya satu kali bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah berpendapat keadilan tidak dibatasi oleh waktu dan hanya boleh sekali karena dimungkinkan ditemukan keadaan baru (novum) yang pada saat PK sebelumnya belum ditemukan.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER