Jelang pembacaan vonis kasus dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang proyek Hambalang, Komisi Pemberantasan Korupsi berharap Anas Urbaningrum dijatuhi vonis sesuai tuntutan Jaksa Penuntut Umum. KPK menganggap Anas terbukti melakukan tindakan melawan hukum sebagaimana yang tercantum dalam tuntutan JPU.
"Kami berharap majelis hakim menjatuhkan vonis sesuai yang dituntutkan jaksa," kata Wakil ketua KPK Bambang Widjajanto kepada CNNIndonesia.com, Rabu (24/9).
Bambang mengatakan Anas layak mendapat hukuman sesuai tuntutan karena semua dakwaan sudah terpenuhi unsur-unsur deliknya dan terbukti berdasarkan fakta persidangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa tuntan yang telah terbukti di persidangan, kata Bambang, di antaranya adalah Anas terbukti bersama-sama Nazar bergabung dalam Anugrah Grup untuk menghimpun dana-dana yang kemudian berubah menjadi Permai Grup. Dari perusahaan itu pula Anas menerima mobil Camry dan Harier, bentuk gratifikasi yang sepanjang persidangan disebut menjadi awal mula penyelidikan KPK terhadap bekas Ketua Umum Demokrat tersebut.
Bersama istrinya, Athiyya, Anas dianggap terbukti membuat dokumen yang backed dated seolah mengundurkan diri dari PT Dutasari Citra Laras sejak 2009. Hal itu didukung oleh keterangan Mahfud Suroso yang menyuruh untuk membakar dokumen-dokumen dan menyuruh saksi Rony Wijaya untuk mencabut keterangan.
Berdasarkan keterangan Neneng Sri Wahyuni dan Clara Mauren, Anas juga dianggap terbukti menyuruh Nazar melarikan diri ke Singapura. Keterangan tersebut meneguhkan pernyataan yang dilontarkan oleh Nazar sendiri.
Selain itu, sebagai seorang penyelenggara negara, Anas terbukti berperan selaku anggota DPR dalam pengurusan proyek yang jadi mitra kerja Komisi X sekitar. Dari proyek-proyek tersebut, Anas diduga mengantongi Rp 118 miliar yang diterima dari Adhi Karya sekitar Rp 2,3 miliar, Nazar sebesar Rp 84 miliar, Harier, Vellfire dan penerimaan-penerimaan lainnya.
Dari hasil penerimaan-penerimaan tersebut, Anas diduga melakukan tindak pidana pencucian uang dengan membeli sejumlah bidang tanah dan bangunan di Duren Sawit, Jakarta, dan Yogyakarta.
"Jika majelis hakim mempertimbangkan itu semua, tentunya vonis maksimal layak dijatuhkan," tambah Bambang.
Meski demikian, terlepas dari pembuktian-pembuktian tersebut, Anas sebagai terdakwa merasa JPU telah bersikap tidak objektif dalam menentukan tuntutannya. "Padahal semua dakwaan telah dipatahkan oleh semua pemaparan saksi dan fakta-fakta persidangan," kata Anas saat membacakan nota pembelaannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta (18/9).
Anas pun menampik dirinya telah melakukan pelanggaran Obstruction of Justice karena dianggap memengaruhi saksi-saksi persidangan. Dia balik menuduh bahwa Nazar lah yang selama ini telah memberikan keterangan palsu untuk menjerat dirinya dalam kasus Hambalang. "Sungguh tidak adil jika majelis mempertimbangkan kesaksian satu orang yang keterangannya jelas-jelas berlainan dengan pemaparan saksi-saksi persidangan," ujarnya.
Dalam pembelaannya, Anas pun lantas memohon kepada majelis hakim untuk menyatakan dirinya tidak bersalah dan bisa mengembalikan harkat dan martabat hidupnya karena menganggap semua tuntutan yang dilayangkan oleh Jaksa Penuntut Umum kepadanya tidak berdasar.
Benar-tidaknya Anas melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang, vonis hakim bakal menentukan nasib politikus berwajah innocent itu. Satu hal yang pasti, Anas kini sudah dijerat pasal berlapis.
Bekas aktivis yang mengaku gagal jadi dosen itu dinilai melanggar pasal 12 huruf a dan pasal 11 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 64 ayat 1 KUH Pidana. Dia juga dianggap melanggar pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang jo pasal 65 ayat 1 KUHP, dan pasal 3 ayat 1 huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang tindak pidana pencucian uang.