KPK Ingin Hak Politik Anas Dicabut

CNN Indonesia
Rabu, 24 Sep 2014 12:16 WIB
Lembaga antirasuah yang mengurusi kasus bekas Ketua Umum Demokrat itu memandang semua tuntutan telah terbukti dan sesuai dengan fakta-fakta persidangan.
Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja memberikan keterangan pers seusai diskusi membahas Sistem Integritas Nasional (SIN). (CNN Indonesia/Rahman Haryanto)
Jakarta, CNN Indonesia --

Nasib terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang proyek Hambalang, Anas Urbaningrum, hanya tinggal hitungan jam. Majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi akan membacakan vonisnya pukul 14:00 WIB, Rabu (24/9).

Selain berharap hakim menjatuhkan vonis maksimal 15 tahun penjara sesuai tuntutan Jaksa Penuntut Umum, Komisi Pemberantasan Korupsi berharap agar hakim juga mencabut hak politik terdakwa untuk menduduki jabatan publik. Lembaga antirasuah yang mengurusi kasus bekas Ketua Umum Demokrat itu memandang semua tuntutan telah terbukti dan sesuai dengan fakta-fakta persidangan.

"Kami berharap tuntutan KPK dikabulkan termasuk pencabutan untuk menduduki jabatan publik," kata Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Pradja kepada CNNIndonesia.com, Rabu (24/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adnan mengatakan, majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang dipimpin Haswandi harus berani mengambil keputusan untuk mencabut hak politik terdakwa korupsi. Dia berharap hakim bisa berkaca pada kasus-kasus korupsi sebelumnya yang menjerat bekas ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, dan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Luthfi Hasan Ishaaq. Selain divonis pidana, keduanya juga dicabut hak politiknya. 

"Biar ada efek jera," katanya.

KPK menganggap hakim perlu menjatuhan vonis maksimal untuk Anas karena semua dakwaan JPU sudah terpenuhi unsur-unsur deliknya dan terbukti berdasarkan fakta persidangan. "Jika majelis hakim mempertimbangkan itu semua, tentunya vonis maksimal layak dijatuhkan," tambah Wakil Ketua KPK Bambang Widjajanto.

Bagi KPK, kata Bambang, perlakuan terhadap Anas tidak dibedakan dengan Terdakwa kasus korupsi lainnya, seperti Djoko Susilo, Atut, Rusli Zainal, Akil  yang juga diminta untuk dicabut hak dipilih dan memilihya. Menurut Bambang, hukuman tambahan dalam KUHP dan UU Tipikor membolehkan dilakukan pencabutan hak memilih dan dipilih.

Bambang juga menegaskan bahwa pencabutan hak politik tersebut merupakan bentuk hukuman yang diharapkan bisa menjadi efek jera. Dia pun menagih janji yang pernah dilontarkan Anas sebelum dirinya ditetapkan sebagai tersangka.

"KPK hanya mengingatkan Anas yang pernah sesumbar dengan pernyataannya soal bersedia digantung di Monas kalau korupsi satu rupiah saja. Tapi kini Monas seolah sudah dilupakannya," kata Bambang.

Kelanjutan kasus Hambalang kemungkinan tidak akan terhenti sampai vonis Anas dibacakan. Meski Bambang mengaku saat ini pihaknya masih fokus mengurusi Anas, Adnan memberi isyarat bahwa penelusuran masih akan berlanjut hingga ditemukan muaranya. "Kami tunggu putusan inkracht dulu," ujarnya.

Sementara itu, kuasa hukum Anas Urbaningrum menyatakan kliennya siap menghadapi vonis majelis hakim. "Pada prinsipnya Anas dan saya siap menghadapi vonis nanti. Kami hormati putusan hakim nanti," ucap Firman Wijaya ketika dihubungi CNN Indonesia, Rabu (24/9). Firman juga mengatakan seharusnya putusan hakim berdasar fakta persidangan yang telah berlangsung sebelumnya.

Jaksa menuntut Anas dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair lima bulan kurungan. Ketika ditanya opsi banding setelah putusan nanti, Firmam mengaku belum bisa memastikan. "Ya pastinya kami akan pikir-pikir dulu," katanya.

Anas sendiri melalui kuasa hukumnya bercerita bahwa sebenarnya kasus korupsi dan pencucian uang yang didakwaan kepadanya merupakan insiden politik. "Ada konflik politik sehingga ketika menyangkut masalah hukum, tidak dapat dibuktikan," tutur Firman.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER