Jakarta, CNN Indonesia -- Putusan gugatan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) akan dibacakan oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi hari ini, Senin (29/8). Merujuk laman mahkamahkonstitusi.go.id, putusan dibacakan pada pukul 16.00 WIB.
Materi gugatan yang akan dibacakan terkait mekanisme pemilihan pimpinan dan alat kelengkapan DPR. Penggugat adalah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua DPP Bidang Hukum PDIP Trimedya Panjaitan, dan Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo. Mereka meminta pengujian pasal 84, 97, 104, 109, 115, 121, dan 152. Pasal-pasal tersebut mengatur bahwa kursi ketua DPR tidak lagi diberikan secara langsung pada partai pemenang pemilu legislatif. Pemilihan pimpinan DPR menganut sistem paket yang diajukan oleh lima fraksi untuk posisi satu ketua dan empat wakil ketua.
Menurut PDIP, peraturan tersebut bertentangan dengan pasal 82 ayat 1 UU Nomor 27 tahun 2009 tentang MD3 sebelum direvisi, yang menetapkan pimpinan DPR terdiri atas satu orang ketua dan empat orang wakil ketua di mana sang ketua berasal dari partai pemenang pemilu. Merujuk pada surat keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 411/KPTS/KPU/2014, PDIP mendulang suara terbanyak dalam Pemilu Legislatif 2014. Dengan demikian PDIP mengklaim hak konstitusionalnya telah dirugikan dengan adanya UU MD3 baru tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Trimedya Panjaitan ketika ditemui usai sidang gugatan UU MD3, Rabu (10/9), mengatakan berlakunya peraturan tersebut menandai terjadinya kemunduran demokrasi sekaligus memperlihatkan ada elite yang ingin menguasai parlemen.
Menilik koalisi partai dalam peta legislatif kali ini, kubu Prabowo yakni Koalisi Merah Putih memenuhi standar lima fraksi yang disyaratkan dalam UU MD3. Koalisi itu didukung oleh Golkar, Gerindra, PAN, PPP, dan PKS. Kelimanya dapat mengajukan masing-masing satu nama untuk lima posisi pimpinan DPR. Sementara kubu Jokowi hanya didukung oleh tiga fraksi yakni PKB, Hanura, dan NasDem. Praktis kubu PDIP tak memenuhi standar untuk mengajukan nama pimpinan DPR.
Putusan gugatan lain yang akan dibacakan MK yakni terkait porsi perempuan dalam pencalonan pimpinan dan alat kelengkapan DPR. Pihak pemohon perkara dalam poin ini antara lain Ketua Umum Muslimat Nahdlatul Ulama Khofifah Indar Parawansa, politikus PDIP Rieke Diah Pitaloka, dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat seperti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Mereka menganggap UU MD3 memasung hak perempuan dalam pencalonan pimpinan dan alat kelengkapan legislatif. Mereka meminta agar keterwakilan perempuan diwajibkan dalam pencalonan pimpinan DPR sesuai dengan proporsionalitas jumlah perempuan di dalam fraksi. Pasal yang diujikan yakni pasal 121 ayat 2, 152 ayat 2, dan 158 ayat 2 UU MD3. Pasal-pasal tersebut dinilai menghapus representasi perempuan dalam lembaga legislatif berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap fraksi.
Pemohon juga menilai dihapuskannya klausa representasi perempuan dalam UU MD3 dapat mendiskreditkan kesempatan perempuan untuk berpolitik. Pengakuan atas representasi perempuan sejumlah 30 persen sebelumnya telah diputuskan oleh MK sesuai putusan nomor 22-24/PUU-VI/2008 dan 20/PUU-XI/2013 yang menyebutkan pemberian kuota 30 persen untuk perwakilan perempuan dalam DPR merupakan bentuk keseimbangan gender. Meski demikian, menurut Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraeni, pada praktiknya putusan tersebut tidak diimplementasikan.