Penyuap Bupati Biak Dituntut Empat Tahun Penjara

CNN Indonesia
Senin, 29 Sep 2014 12:50 WIB
Terbukti telah memberikan uang suap senilai Sin$ 100 kepada Bupati Biak Numfor Yesaya Sombuk, pengusaha Teddy Renyut dituntut hukuman empat tahun penjara. 
Direktur Utama PT Papua Indah Perkasa Teddy Renyut berjalan saat menghadiri sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (22/9). Sabilillah Ardi membantah ada perjalanan dinas Menteri PDT Helmy Faishal Zaini yang dibiayai oleh terdakwa Teddy Renyut terkait kasus korupsi Proyek Pembangunan Rekonstruksi Tanggul Laut di Kementerian PDT. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur PT Papua Indah Perkasa Teddy Renyut dituntut hukuman empat tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Teddy didakwa karena menyuap Bupati Biak Numfor Yesaya Sombuk sejumlah Sin$ 100 ribu, untuk memuluskan proyek tanggul laut dari Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT).

"Kami penuntut umum meminta (majelis hakim), pertama, memutuskan Teddy Renyut terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut. Kedua, menjatuhkan hukuman pidana empat tahun dan 150 juta rupiah subsidair tiga bulan kurungan," kata jaksa Anthonius Budi Satria saat sidang pembacaan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (29/9).

Menurut jaksa, Teddy telah memberikan uang tunai sebesar 63 ribu dollar Singapura dan 37 ribu dollar kepada Yesaya secara bertahap pada tanggal 13 dan 16 Juni 2014. Pemberian dilakukan di kamar 715 Hotel Acacia, Jalan Kramat Raya, Jakarta. "Pemberian uang tersebut sebagai imbalan agar Yesaya memberikan program tanggul laut yang sedang disulkan dalam APBNP 2014 pada Kementerian PDT dan proyek lainnya," kata jaksa saat membacakan amar tuntutan. Proposal proyek itu, disebutkan Jaksa, terdaftar di Kementerian PDT dengan Nomor: 900/53/IV/2014.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tuntutan tersebut, dibuat Jaksa karena mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan dari Teddy. "Hal yang memberatkan adalah tidak mendukung upaya pemerintah memberantas korupsi," ucap jaksa. Sementara itu, hal yang meringankan adalah Teddy berperilaku sopan, belum pernah dihukum, mengaku menyesal, dan masih ada tanggungan istri serta anak yang masih balita.

Menanggapi tuntutan tersebut, kuasa hukum Teddy Renyut akan mengajukan keberatan. "Kami akan mengajukan nota pembelaan dua buah, pribadi dari Teddy Renyut dan kuasa hukum dan mohon izin dibacakan nanti," kata kuasa hukum Teddy, Ruswan, saat sidang. Nota pembelaan tersebut akan dibacakan pada sidang selanjutnya, pukul 10.00 WIB pada Senin (13/10) mendatang.

Lebih jauh, berdasar uraian jaksa, Teddy juga diketahui melobi staf ahli Kementerian PDT Sabilillah Ardi dan mantan asisten tenga ahli Kementerian PDT Aditya El Akbar untuk memuluskan proyek yang sama. Teddy juga sempat menghubungi pejabat kementerian tersebut antara lain M nurdin, Suprayoga Hadi, Simon, dan Muhammad Yasin.

Dalam pemeriksaan sebelumnya, Teddy mengaku memberikan Rp 290 juta kepada Ardi untuk membiayai perjalanan rombongan Menteri PDT Helmy Faishal Zaini ke Maroko, Yunani, dan Perancis. Selain itu, Teddy juga memberikan Rp 6 miliar kepada Adit yang diakuinya untuk dibagikan ke anggota dewan.

Kesimpulan tersebut berdasarkan fakta persidangan dari keterangan saksi diantaranya Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Yunus Saflembolo, istri Teddy Renyut, dan penyidik KPK. Jaksa juga menyertakan alat bukti berupa rekaman telepon, rekaman CCTV Hotel Acacia, amplop berisi uang sejumlah 100 ribu dollar Singapura atau senilai Rp 950 juta, dan dokumen lain dari Kementerian PDT.

Saat sidang sebelumnya, Teddy mengakui tindakannya tersebut. "Pada saat itu saya memberikan dengan harapan saya dapat proyek. Saya bilang kepada beliau (Yesaya), apabila ada kegiatan proyek di Biak, saya dibantu," kata Teddy saat sidang pemeriksaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (15/9).

Atas tindak pidana tersebut, Teddy didakwa primer melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 64 ayat 1 KUHPidana. Pasal tersebut tidak mengizinkan seseorang melakukan suap atau dengan sengaja memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang penyelenggara negara untuk menggerakkan agar melakukan sesuatu pada jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER