Jakarta, CNN Indonesia -- Pengacara Gubernur Riau, Eva Nora, mengatakan masih menanti surat kuasa dari kliennya yang kini sedang dibui oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Walhasil, hingga sekitar lima hari setelah Annas Maamun dicokok, ia belum bisa berhubungan dengan kliennya itu yang kini dibui komisi antirasuah.
“Saya membawa berkas pengajuan kuasa hukum ke KPK,” ujar perempuan itu ditemui media di Gedung KPK, Senin (29/9). "Untuk sementara saya hanya tahu informasi sebagaimana yang diumumkan mereka."
Datang ke kantor KPK, Eva terlihat membawa satu berkas dokumen yang ditaruh di dalam map berwarna hijau muda ke Gedung KPK. Dokumen tersebut, katanya, berisi kelengkapan prosedural untuk pengajuan kuasa hukum kliennya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eva kemudian mengatakan bahwa dirinya belum sama sekali menjalin komunikasi dengan kliennya. “Selama masih belum ada surat resmi kuasa hukum, saya belum bisa menjalin komunikasi dengan Annas,” kata dia.
KPK menetapkan Annas sebagai tersangka setelah berhasil diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kompleks Grand Cibubur, Jakarta Timur. Pada saat terkena operasi itu, Annas sedang melakukan transaksi dengan seorang pengusaha berinisial GM. Pengusaha itu, disebut Annas, berencana memberikan sejumlah uang kepada Annas terkait proses alih fungsi hutan di Provinsi Riau. KPK lantas menyita barang bukti berupa uang tunai Sin$ 156 ribu dan Rp 500 juta.
Saat ditanya wartawan soal perkembangan kasus kliennya, perempuan itu menjelaskan bahwa ia enggan menerka detail kasus yang menjerat sang klien. Iapun mengaku tidak tahu banyak perihal proyek-proyek lain yang diduga telah disodorkan pengusaha perkebunan kelapa sawit GM terhadap kliennya.
Soal apakah perkebunan GM berada di bawah perusahaan Sinar Mas? Eva hanya menjawab singkat,”sepertinya wartawan lebih tahu soal itu.”
Sebagai penerima suap, Annas Maamun didakwa melanggar Pasal 12 a atau Pasal 12 b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara GM sebagai pihak pemberi suap didakwa dengan pasal 5 ayat 1 a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.