Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengatakan undang-undang tetap sah dan berlaku meski tidak ada tanda tangan presiden. "Berdasarkan pasal 20 ayat 5 UUD, ditandatangani atau tidak (oleh presiden), undang-undang itu otomatis berlaku," ucap Hamdan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (29/9).
Menurut Hamdan, beberapa kasus pernah terjadi sebelumnya. "Contohnya UU Pengesahan Kepri yang pada saat itu Ibu Megawati tidak setuju prinsipnya dan tidak memberikan tanda tangan untuk mengesahkan undang-undang itu," kata pria asal Bima tersebut.
Hamdan juga menjelaskan latar belakang lahirnya pasal 20 ayat 5 UUD 45. Menurutnya, pada saat kepemimpinan presiden Soeharto, ada undang-undang yang sudah disepakati di rapat paripurna DPR tapi Soeharto tidak menandatanganinya, sehingga undang-undang itu tersebut berlaku. Kasus kedua, saat kepemimpinan presiden BJ Habibie. Pada tahun '99 terdapat UU PKB, UU Keadaan Bahaya yang tidak ditandatangani presiden sehingga tidak berlaku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah karena ada kasus kenegaraan itu lah, pada perubahan UUD dipertegas, dalam pasal 20 ayat 5 dalam waktu undang-undang diambil, keputusan di paripurna baik ditandatangani atau tidak, itu berlaku," ucapnya.
Pada Jumat (26/9) dini hari, parlemen mengesahkan UU Pilkada yang menetapkan pemilihan kepala daerah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Praktis, rakyat tidak lagi dapat memilih kepala daerahnya sendiri secara langsung.
Penetapan tersebut berdasar hasil voting yang dilakukan oleh seluruh fraksi kecuali Fraksi Demokrat yang memilib walk out. Sebanyak 226 suara mendukung Pilkada melalui DPRD dan 135 suara mendukung Pilkada langsung adalah sebanyak 226 suara. Saat ini, draft UU Pilkada sudah diserahkan oleh DPR kepada SBY untuk ditandatangani dan diundangkan.