Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Bidang Hukum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Trimedya Panjaitan akan melaporkan tujuh hakim konstitusi ke dewan etik Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kami mencoba melakukan rapat, kami mempertimbangkan melaporkan hakim yang tidak dissenting opinion (berbeda pendapat) ini ke dewan etik mahkamah supaya diperiksa kenapa hak kami sebagai pemohon tidak diakomodir," kata Trimedya kepada awak media usai persidangan.
Menurutnya, ada hukum acara yang dilanggar mahkamah dalam mengambil keputusan. "Ada kepentingan yang menginginkan ini segera diputus," kata anggota DPR Komisi III ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka terdiri dari satu hakim ketua Hamdan Zoelva dan enam hakim anggota, Patrialis Akbar, Aswanto, Wahduddin Adams, Ahmad Fadli Sumadi, Muhammad Alim, dan Anwar Usman berpendapat perubahan mekanisme pemilihan pimpinan DPR tidak bertentangan dengan UUD 1945. Menurut mereka, perubahan mekanisme merupakan tanggung jawab dan kewenangan pembuat undang-undang yakni DPR.
Dianggap tidak memenuhi hak konstitusionalnya, ketujuh hakim MK tersebut akan dilaporkan ke dewan etik. Sementara dua hakim lain yang berbeda pendapat yakni Maria Farida Indrati dan Arief Hidayat tidak dilaporkan lantaran mengakomodir hak konstitusional PDIP. Menurut kedua hakim, secara formil, pembentukan, dan materiil, UU MD3 cacat hukum.
"Produk undang-undang dibentuk tidak berdasar hukum tapi kepentingan politik," ucap Maria dalam sidang. Hakim Arief Hidayat juga mengaku perubahan UU MD3 yang dilakukan hampir setiap lima tahun sekali dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. "Masyarakat yang menggunakan hak pilih, mengharapkan partai politik yang menang dalam pemilu menjadi pimpinan wakilnya," kata Hamdan Zoelva mewakilkan Arief Hidayat dalam catatan perbedaan pendapat.
Selain akan melaporkan ketujuh hakkm tersebut, PDI Perjuangan akan tetap melakukan upaya politik. "Tetap dilakukan lobi-lobi dengan pihak KMP (Koalisi Merah Putih)," ucap Trimedya.
MK telah memutus gugatan UU MD3 dengan menolak permohonan uji materi PDIP soal perubahan mekanisme pemilihan pimpinan DPR. PDIP mengklaim hak konstitusionalnya dicederai lantaran sebagai oartai oemenenag pemilu, tidak bisa menduduki jabatan pimpinan DPR. Namun, dengan adanya putusan MK yang mengesahkan revisi UU MD3, PDIP tak lagi dapat menduduki kursi panas pimpinan lembaga legislatif tersebut. Pimpinan DPR harus diajukan dari koalisi fraksi.
Merujuk pada pasal 10 ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang MK, keputusan MK bersifat final dan mengikat. Alhasil, tidak ada jalur hukum lain yang dapat menggugat putusan MK tersebut.