MK Terima Sebagian Gugatan Koalisi Perempuan

CNN Indonesia
Senin, 29 Sep 2014 20:55 WIB
Mahkamah Konstitusi berpendapat perubahan frasa dalam undang-undang sebagai bentuk kesungguhan untuk mengakomidir keterwakilan perempuan dalam berpolitik.
Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva membacakan putusan uji materi UU MD3 yang diajukan oleh Khofifah Indar Parawansa di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (29/9). (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis hakim Mahkamah Konstitusi menerima sebagian gugatan UU Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, soal keterwakilan perempuan dalam alat kelengkapan DPR. Gugatan yang diterima yakni mengubah kata "memperhatikan" menjadi "mengutamakan" keterwakilan perempuan dalam pencalonan pimpinan DPR.

"Mahkamah menerima permohonan pemohon untuk sebagian dan menolak sebagian permohonan pemohon," kata Hakim Ketua Hamdan Zoelva saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Senin (29/9). Mahkamah berpendapat, perubahan frasa tersebut sebagai bentuk kesungguhan untuk mengakomidir keterwakilan perempuan dalam berpolitik.

Majelis hakim secara bulat mengatakan UU MD3 tidak bertentangan dengan UUD 1945 apabila dalam mengajukan calon pimpinan dan alat kelengkapan DPR, mengutamakan keterwakilan perempuan menurut pertimbangan jumlah anggota tiap fraksi. Alat kelengkapan DPR tersebut meliputi Badan Legislasi, Badan Anggaran, Badan Kerja Sama Antar Parlemen, Mahkamah Kehormatan Dewan, Badan Urusan Rumah Tangga, dan Panitia Khusus.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Keterwakilan perempuan dalam menduduki pimpinan dan alat kelengkapan DPR merupakan bentuk perwakilan khusus yang dilindungi konstitusi. Penegasan perlakukan khusus tidak bisa jadi gagasan hukum semata. Harus menjadi gagasan yang tertuang dalam undang-undang," kata hakim anggota Wahduddin Adams saat sidang.

Lebih jauh mahkamah beranggapan penghapusan pengarusutamaan gender menimbulkan ketidakpastian hukum. "Politik affirmative action ke perempuan tersebut dihapus (dalam revisi UU MD3), dengan demikian permohonan pemohon beralasan hukum," ucapnya.

Hakim juga menambahkan, kebijakan affirmative action tidak selalu diidentikkan dengan perempuan dan kesetaraan gender. "Tapi juga kelompok cacat, masyarakat adat, dan minoritas lainnya yang terpinggirkan," kata Wahduddin.

Sementara itu, untuk gugatan sebesar 30 persen dari jumlah anggota fraksi tidak dikabulkan oleh mahkamah. Pengakuan representasi perempuan sejumlah 30 persen sebelumnya telah diputuskan oleh MK sesuai putusan nomor 22-24/PUU-VI/2008 dan putusan nomor 20/PUU-XI/2013 yang menyebutkan pemberian kuota 30 persen untuk perwakilan perempuan dalam DPR merupakan bentuk keseimbangan gender.

Menanggapi hasil gugatan tersebut, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraeni mengaku senang. "Sebenarnya kami menginginkan seluruh permohonan diterima, tapi tidak semua. Meski demikian, kami bersyukur atas keberpihakan MK bahwa affirmative action kepada kelompok perempuan dan marginal lainnya didukung konstitusi," ucap Titi usai sidang.

Sebelumnya, pihak pemohon Khofifah Indar Parawansa, Rieke Diah Pitaloka, dan sejumlah badan hukum privat seperti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menggugat pasal pasal 121 ayat 2, pasal 152 ayat 2, dan pasal 158 ayat 2 UU MD3 ke MK. Pasal tersebut dinilai menghapus representasi perempuan dalam badan legislatif berdasar perimbangan jumlah anggota tiap fraksi di DPR.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER