Jakarta, CNN Indonesia -- Poso ternyata lebih dipilih sebagai basis aman bagi para teroris untuk mengembangkan kelompoknya, dibanding daerah lain di Indonesia. Penempatan Poso sebagai basis itu bermula dari kedatangan kelompok Mujahidin Indonesia Timur pada tahun 2000 silam.
“Itu adalah basis MIT. Jadi, kelompok itu datang ke Poso pada tahun 2000 dari Maluku. Mereka tadinya mau buat basis di Maluku, tetapi terlalu ramai,” ujar Pengamat Terorisme dari Universitas Malikussaleh Aceh, Al Chaidar, saat dihubungi CNN Indonesia, Selasa (30/9). “Perlindungan yang mereka berikan dengan melawan Tibo Cs pada tahun itu, membuat mereka dapat dukungan dari masyarakat.”
Merasa dibukakan pintu oleh masyarakat muslim setempat, para mujahid pun mensahkan Poso sebagai tempat di mana mereka dapat hidup. “Karena itu, Poso dipilih sebagai Qoidah Aminah (basis yang aman) mereka,” kata Chaidar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menceritakan, meski sering ada temuan kelompok separatis di Aceh, akan tetapi Aceh dianggap tidak dapat dijadikan basis karena mayoritas masyarakat Aceh menolak keberadaan kelompok-kelompok semacam itu. “Masyarakat Aceh tidak mendukung mereka, makanya mereka hanya ada di Poso,” sebutnya.
Selain soal sikap warga, Poso yang memiliki banyak lokasi pegunungan, bukit dan hutan, juga menjadi penyebab kelompok-kelompok teroris dapat terus berkembang dengan subur di sana. Chaidar menyebut, Dusun Tamanjeka, Desa Masani, Poso Pesisir, sebagai kawasan yang diduga menjadi tempat persembunyian Abu Wardah alias Santoso.
“Karena di Poso ada lokasi seperti gunung, hutan dan bukit yang jarang ditinggali warga, makanya mereka merasa aman hidup di Poso,” ujar Chaidar.
Dia menjelaskan, mujahid yang kini menetap di Poso merupakan leburan dari kelompok Daulah Islamiah dan JAT. Mereka, yang kebanyakan berasal dari Bima, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten, menjadikan Poso sebagai tempat berkumpul.
Chaidar menuturkan, masyarakat Poso yang melanggengkan keberadaan kelompok-kelompok teroris di sana merasa pemerintah tidak memerhatikan keberadaan mereka. “Pemerintah kurang mengakar di sana. Makanya mereka merasa kurang diperhatikan,” katanya.