TANTANGAN KABINET

Budaya Bisa Tekan Angka Kematian Ibu

CNN Indonesia
Selasa, 30 Sep 2014 16:15 WIB
Alih-alih mengandalkan peningkatan tenaga medis untuk menekan Angka Kematian Ibu (AKI), pendekatan budaya dinilai bisa efektif mendorong perempuan ke puskesmas.
Ilustrasi foto ibu dan anak (Ari Saputra/Detikfoto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pendekatan budaya dinilai efektif untuk mengurangi jumlah kehamilan beresiko yang bisa berdampak pada penurunan Angka Kematian Ibu (AKI). Hal tersebut diutarakan oleh Nila F. Moeloek selaku Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs.

Nila mengatakan persoalan tingginya angka kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh banyak faktor, tidak serta merta dari ranah kesehatan.

“Sistem keseluruhan yang mesti diubah bukan hanya mengandalkan penambahan tenaga medis,” dia menjelaskan saat dihubungi oleh CNN Indonesia, Selasa (30/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengenai pendekatan budaya, Arthia Moerseno selaku Sekretaris Jenderal Kongres Wanita Indonesia (Kowani) mengatakan kepala daerah perlu berpartisipasi untuk mendorong perempuan-perempuan hamil di kabupaten kota memeriksakan diri ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) alih-alih ke dukun. 

Arthia mencontohkan seperti yang terjadi di Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), kepala daerah bersangkutan menerapkan sanksi sosial berupa denda seperti beras, babi dan uang sebesar Rp 250 ribu kepada setiap perempuan hamil yang tidak pergi ke Puskesmas.

“Pendekatan yang berbasis sosial budaya ini ternyata sangat efektif mendorong perempuan datang ke klinik bersalin pemerintah,” kata dia.

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), jumlah pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih pada 2012 mengalami peningkatan sebesar 10 persen dari 2007. Sayangnya, kenaikan tenaga medis tersebut tidak diikuti dengan penurunan jumlah kematian ibu di Indonesia. Dari data Riskesdas diketahui jumlah AKI meningkat dari 228 per 100 ribu kelahiran hidup pada 2007 menjadi 359 per 100 ribu kelahiran hidup pada 2012.

AKI merupakan indikator yang menunjukan banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak kehamilan per 100.000 kelahiran hidup. Menurut penelitian Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Index (HDI) yang dikeluarkan oleh the United Nations Development Programme (UNDP), AKI menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan kemanusiaan di sebuah negara. Kalau AKI masih tinggi, maka pembangunan kemanusiaan sebuah negara dianggap gagal.

Nina kemudian melanjutkan perubahan sistem itu termasuk perubahan paradigma budaya patriarki di mana kekuasaan atau keputusan berkaitan dengan perempuan diserahkan hanya kepada tokoh adat, suami atau mertua dari perempuan bersangkutan.

“Perempuan mesti dilibatkan juga dalam pengambilan keputusan terkait persalinan atau kehamilan,” dia menjelaskan. “Ini mesti disosialisasikan kepada masyarakat.”

Mengenai pendekatan budaya, Arthia Moerseno selaku Sekretaris Jenderal Kongres Wanita Indonesia (Kowani) mengatakan kepala daerah perlu berpartisipasi untuk mendorong perempuan-perempuan hamil di kabupaten kota memeriksakan diri ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) alih-alih ke dukun.

Arthia mencontohkan seperti yang terjadi di Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), kepala daerah bersangkutan menerapkan sanksi sosial berupa denda seperti beras, babi dan uang sebesar Rp 250 ribu kepada setiap perempuan hamil yang tidak pergi ke Puskesmas.

“Pendekatan yang berbasis sosial budaya ini ternyata sangat efektif mendorong perempuan datang ke klinik bersalin pemerintah,” kata dia.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER