Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat politik Lembaga Imu Pengetahuan Indonesia Ikrar Nusa Bhakti menilai pemilihan kepala daerah melalui DPRD diprediksi bakal menimbulkan modus korupsi baru yang dilakukan oleh anggota DPRD dan calon kepala daerah.
“Saat Pilkada langsung, modus korupsi cuma memberikan proyek dalam bentuk persentase anggaran dalam penentuan APBD untuk
cukong. Kalau Pilkada lewat DPRD, menciptakan proyek-proyek yang menguntungkan anggota DPRD. Bukan untuk rakyat tapi menambah pundi-pundi uang DPRD," ucapnya ketika dihubungi CNNIndonesia, Kamis (2/10).
Lebih jauh, menurut doktor ilmu politik lulusan Griffith University, Australia ini, modus suap juga berpotensi dilakukan melalui dua pintu.
"Paling tidak setiap tahun ada dua peristiwa, pengajuan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dan laporan pertanggungjawaban. Itu pakai uang," katanya. Uang tersebut digunakan untuk memuluskan pengesahan keduanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, modus tersebut dilakukan dengan dalih beragam, salah satunya adalah menutupi utang kampanye dalam Pilkada. "Dalam politik disebut sebagai
bribe and
kick back. Misal saya menjadi calon kepala derah, tidak punya duit, ada cukong yang mendanai aktivitas kampanye. Sebagai konsekuensinya, terjadi
kick back dengan membuat kebijakan terkait pembangunan dan lelang proyek yang menguntungkan," katanya.
Ikrar berkomentar, uang yang dikeluarkan oleh calon kepala daerah justru lebih besar apabila Pilkada dilangsungkan melalui DPRD alih-alih dipilih langsung oleh rakyat. "Kalau mau menang Pilkada, butuh 35 persen suara jadi fokus ke sana saja. Tapi kalau Pilkada lewat DPRD, mencari dukungan dari partai-partai. Kalau mau mencalonkan saja pakai uang, kalau mau dipilih, uang lagi," ujar Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI tersebut.
Berdasar data yang dikumpulkan CNN Indonesia, sedikitnya KPK menangani empat orang kepala daerah yang terjerat kasus korupsi pada tahun 2012. Pada tahun 2013, sebanyak lima orang kepala daerah resmi tersangka, terdakwa, dan terpidana korupsi. Sementara pada tahun 2014, jumlah kepala daerah yang terlibat korupsi meningkat hingga tujuh orang.