Jakarta, CNN Indonesia -- Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang mengembalikan hak memilih langsung dari masyarakat ke DPRD mendapatkan banyak kritik keras, termasuk dari Komisi Pemberantasan Korupsi yang menilai proses tersebut rentan terkena korupsi.
"Kalau sekarang ada 313 kepala daerah yang terkena korupsi, jumlah anggota DPRD yang korup itu 3000-an per 10 tahun. Itu artinya jumlah anggota dewan yang terkena korupsi itu 10 kali lebih banyak dibanding kepala daerah yang terkena korupsi," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjajanto di Jakarta, Selasa lalu.
Selain itu, Bambang juga mengungkapkan tak ada korelasi antara bahaya korupsi dengan revisi UU Pilkada. Sebab, menurutnya, sebagian besar kepala daerah yang terkena kasus korupsi tak terkait langsung dengan proses penyelenggaraan pilkada.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bambang menilai, pilkada tidak langsung lebih rawan terjadi permainan politik uang. Belum lagi, jumlah uang yang dilibatkan dalam politik uang di antara anggota dewan pasti lebih besar jika dibandingkan dengan permainan uang di antara masyarakat biasa. "Apakah yakin bahwa proses pilkada tidak langsung tidak menjadi proses korupsi yang berkesinambungan?," tanyanya.
Meski begitu, dia juga menyampaikan kesulitan yang dialami KPK dalam mengatasi korupsi di daerah-daerah luar Jakarta. "Kami cuma punya 50 orang penyidik, sementara kabupaten dan kota di Indonesia ada 500," ujar Bambang.
Menurutnya, ini adalah konsekuensi permohonan peningkatan kapasitas yang sudah sejak 2012 lalu tidak kunjung berbuah.
"Tidak diberikan, ini sudah terjadi, dan itulah kenyataannya," katanya, menegaskan.
UU Pilkada menuai protes luas dari rakyat yang merasa haknya dicabut dalam memilih kepala daerah. Gelombang protes dari berbagai kalangan juga menyatakan peraturan baru ini adalah suatu kemunduran dalam demokrasi Indonesia.
Presiden SBY telah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang terkait dengan kebijakan baru yang kontroversial ini. Perpu ini akan mengatur pilkada agar tetap dijalankan secara langsung, namun ditambahkan 10 syarat perbaikan.
SBY memutuskan untuk mengeluarkan perpu setelah mendapatkan tekanan besar dari masyarakat terkait peraturan tersebut.
SBY dianggap ikut bertanggung jawab karena partai yang dipimpinnya, Demokrat, memilih walkout dari voting RUU Pilkada di rapat paripurna DPR, menyebabkan kekalahan telak bagi kubu PDIP yang mendukung opsi pilkada langsung.