KPK Geledah Dua Tempat Milik Bos Sentul City

CNN Indonesia
Jumat, 03 Okt 2014 08:03 WIB
Dari hasil penggeledahan, penyidik menyita beberapa dokumen dan sejumlah barang bukti lainnya terkait kasus dugaan suap bekas Bupati Bogor, Rachmat Yasin.
Mobil Lexus milik Presiden Direktur PT Sentul City Tbk Cahyadi Kumala Kwee saat dijemput paksa KPK, Selasa (30/9). (CNN Indonesia/ Gilang Fauzi)
Jakarta, CNN Indonesia --
Setelah menahan Komisaris Utama PT Bukit Jonggol Asri yang juga merangkap sebagai Direktur Utama PT Sentul City, Kwee Cahyadi Kumala, Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan penggeledahan di dua lokasi berbeda. Penggeledahan tersebut dilakukan sekitar pukul 20.30 WIB, atau sekitar dua jam setelah Cahyadi digiring ke rumah tahanan KPK.

"Penyidik melakukan penggeledahan di dua tempat pada hari yang sama setelah KCK resmi ditetapkan sebagai tersangka," kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP di gedung KPK, Kamia (2/10).

Dua tempat yang dimaksud adalah sebuab rumah beralamat di Jl Widya Candra VII 34, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dan kantor Perusahaan BJA di Menara Sudirman Lantai 22-27, jl Sudirman Kaveling 60 Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari hasil penggeledahan tersebut, penyidik menyita beberapa dokumen dan sejumlah barang bukti lainnya.

Rumah yang berlokasi di Jl Widya Candra adalah kediaman milik Cahyadi. Rumah tersebut Juni lalu pernah dijadikan sebagai lokasi rekonstruksi kasus dugaan suap rekomendasi tukar menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor yang menjerat bekas Bupati Bogor, Rachmat Yasin.

Rumah tersebut kembali digeledah karena penyidik menduga masih ada alat bukti lain yang bisa dikembangkan. Johan enggan merinci adanya dugaan kasus-kasus lain yang melibatkan pihak di luar Rachmat dan Cahyadi.

Penetapan tersangka Cahyadi merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat F.X Yohan Yap, kaki tangan bos PT Bumi Jonggol Asri, yang tak lain adalah kerabat Cahyadi sendiri. Yohan telah diganjar vonis satu tahun enam bulan vonis karena terbukti menyuap Rachmat dan mantan Kepala Dinas Pertanian Bogor Zairin untuk kasus tukar guling tersebut. Keduanya kini masih berstatus sebagai tersangka penerima suap.

Berdasarkan keterangan persidangan Yohan, duit suap itu diberikan secara bertahap oleh Robin Zulkarnaen kepada Yohan. Robin adalah orang kepercayaan Cahyadi. Yohan ditugasi meneruskan duit suap kepada Rachmat dan Zairin untuk kepentingan PT BJA dalam pembangunan Kota Mandiri.

Duit tersebut diberikan untuk mempercepat terbitnya rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan atas nama PT BJA seluas 2.754 hektare, yang merupakan syarat untuk pemanfaatan lahan 30 ribu hektare Kota Mandiri.

Nama Cahyadi kerap muncul si persidangan Yohan. Sayangnya, bos Sentul City itu kerap mangkir ketika dibutuhkan untuk dimintai keterangan sebagai saksi.

KPK kemudian mendapat informasi bahwa Cahyadi berupaya merintangi penyidikan dan memengaruhi saksi-saksi di persidangan. Surat perintah penyidikan pun akhirnya dikeluarkan pada 26 September.

Cahyadi akhirnya dijemput paksa oleh petugas KPK, Selasa (30/9). Dia disidak di Restoran Taman Budaya Sentul City ketika sedang makan siang bersama adiknya, Riyandi Kumala, Robin Zulkarnaen, dan seorang rekan lainnya. Mereka digiring bersama dua supir yang saat itu menanti di tempat parkir.

Kelima orang itu dibebaskan untuk melenggang pulang. Riyandi mengaku tidak memiliki sangkut-paut dengan kasus yang menjerat kakaknya. "Tidak ada urusan dengan saya," kata Riyandi saat keluar dari gedung KPK dengan tergesa-gesa sekitar pukul 18:30 WIB.

Sementara itu, Cahyadi pulang secara terpisah 10 menit kemudian. Rompi oranye kini melapisi kemeja putih yang dikenakan olehnya. Dia pun dijemput mobil tahanan, hanya untuk mengantarnya ke Rutan KPK yang berjarak tidak lebih dari 100 meter.

Cahyadi mendekam dan menanti nasibnya di sana. Dia disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Cahyadi juga dijerat Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 karena diduga merintangi proses penyidikan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER