Jakarta, CNN Indonesia -- Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat telah dipilih dalam rapat paripurna perdana wakil rakyat periode 2014-2019. Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar menilai memilih Setya Novanto sebagai Ketua DPR bukan pilihan bijak.
Zainal menyoroti tentang keterkaitan politikus Partai Golongan Karya tersebut karena pernah beberapa kali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Kalau Ketua DPR yang pernah disebut namanya dalam kasus korupsi, itu bicara soal moril," ujar Zainal ketika dihubungi CNN Indonesia, Jumat (3/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi Zainal, tidak sepatutnya wakil rakyat dipimpin oleh orang yang berpotensi terjegal kasus korupsi. Lulusan Univeritas Northwestern Amerika Serikit ini juga melihat potensi upaya pelemahan kewenangan KPK dengan paket pimpinan dewan lima tahun mendatang tersebut.
Sebagai langkah preventif, Zainal mengusulkan peran Presiden untuk mengintervensi. "Saya bayangkan jika DPR menginisiasi pembubaran KPK atau membuat kebijakan yang melemahkan KPK, Presiden tolak saja. Ini proses bernegara, bukan pimpinan DPR yang menentukan tapi ada jatah presiden," kata pakar hukum tata negara ini.
Zainal menilai rumusan dan putusan kebijakan tidak hanya di tangan pucuk pimpinan parlemen. Jika upaya pelemahan KPK benar terjadi, ada aktor lain di samping pimpinan. "Negara beroperasi kan tidak ditentukan oleh pimpinan DPR. Tapi ditentukan dengan 560 anggota, harus kita pikirkkan, harus ada kekuatan besar DPR untuk tidak terjebak dengan pimpinan," katanya.
Catatan Indonesia Corruption Watch menunjukkan, Setya Novanto pernah terseret sejumlah kasus pidana. Nama Setya tercatut dalam kasus penyelundupan beras impor dari Vietnam dan diperiksa sebagai saksi dugaan korupsi proyek KTP elektronik di Kementerian Dalam Negeri tahun 2010.
Berselang dua tahun, Setya pernah masuk dalam daftar terperiksa KPK untuk dugaan korupsi proyek pembangunan lapangan menembak Pekan Olahraga Nasional Riau 2012. Mantan Ketua Fraksi DPR dari Partai Golkar ini diduga menerima suap dari tersangka utama mantan Gubernur Riau Rusli Zainal.
Sementara itu, berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, Setya tercatat memiliki harta terbanyak di antara keempat pimpinan DPR lainnya. Harta Setya mencapai Rp 73,78 miliar per Desember 2009. Kekayaan tersebut terdiri dari harta tidak bergerak senilai Rp 49 miliar, harta bergerak Rp 3 miliar, serta memiliki logam dan batu mulia senilai Rp 487 juta dan Rp 591 juta.