Jakarta, CNN Indonesia -- Meski sudah dijatuhi hukuman penjara empat tahun dan denda Rp 200 juta dalam kasus suap bekas Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, Gubernur non aktif, Atut Chosiyah masih harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kali ini, Atut menghadapi jeratan kasus pengadaan alat kesehatan di Provinsi yang dikendalikannya.
Atut, yang datang mengenakan seragam tahanan berwarna oranye, kembali menginjakkan kakinya di Gedung KPK untuk diperiksa sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi alat kesehatan Provinsi Banten, pada Senin (6/10). KPK menetapkan Atut sebagai tersangka setelah adanya dugaan Atut memaksa agar mendapat komisi dari pengadaan alat kesehata di Banten.
Sebelumnya, pada Senin (22/9) lalu, KPK telah memanggil anak sulung Atut, Andika Hazrumy, terkait kasus yang sama. Kala itu, Andika dipanggil untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi Atut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah anak sulung Atut, KPK juga telah melakukan pemeriksaan terhadap lima karyawan di lima perusahaan rekanan adik Atut, Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan. Kelima orang tersebut yakni Marketing PT Matesu Abadi Donnianus Robby; karyawan PT Sarandi Karya Nugraha Nuraeni Setya; karyawan PT Dharma Polimetal Santoso B Kusuma; Direktur PT Global Jaya Medika Mohammad Ridwan; dan Direktur PT Alfa Sarana Makmur Kaharmuddin.
Surat perintah penyidikan atas nama Wawan dan Atut ditandatangani pimpinan KPK sejak 6 Januari 2014. Atut dan Wawan disangka telah melakukan penggelembungan dana pengadaan Alkes, dengan nilai proyek Rp 9,3 miliar.
Wawan dan Atut dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan acaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Kasus koruspi Alkes ini merupakan kasus kedua yang harus dihadapi Atut, setelah terbukti menyuap bekas Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar. Atut melakukan suap bersama sang adik, Wawan, dalam rangka pemenangan sengketa pemilihan Kepala Daerah Lebak, Banten.