Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi tidak menutup kemungkinan bakal menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi perencanaan dan pelaksaan peyelengaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII di Riau yang menyeret bekas gubernur Riau Rusli Zainal sebagai tersangka. Pernyataan tersebut dikeluarkan Johan menanggapi gegernya dokumen mirip sprindik atas nama Setya Novanto.
"Dalam kasus PON Riau, KPK masih menunggu hasil putusan kasasi dari Rusli Zainal, nanti dari situlah KPK bisa menindaklanjuti dengan buka penyelidikan. Jika putusan inkrah memungkinkan keterlibatan pihak lain, tentunya kami bakal melakukan pengembangan," ujar juru bicara KPK, Johan Budi, Jakarta, Selasa (7/10).
Johan sendiri tegas mengatakan sprindik terhadap Setya adalah hoax, alias palsu. "Lagi pula format sprindik KPK tidak seperti itu," kata Johan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tentunya kami bakal melakukan pengembanganJohan Budi |
Dalam sprindik yang ditandatangani 25 September 2014 itu Setya disebut pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dokumen tersebut ditandatangani 25 September oleh Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Empat nama penyidik KPK yang menangani kasus tersebut adalah Endang Tarsa, Bambang Sukoco, Heri Muryanto, dan Salmah.
Meski demikian Bambang yang namanya tertera sebagai penandatangan sprindik tersebut membantah surat tersebut dikeluarkan oleh KPK. "Itu hanya upaya dari kelompok tertentu yang dengan sengaja melakukan fitnah untuk merusak kredebilitas KPK dengan mengedarkan sprindik palsu," kata Bambang.
Nama Setya pernah tersangkut dalam kasus korupsi PON Riau. Setya diduga menerima suap dari tersangka utama mantan Gubernur Riau Rusli Zainal. Dia dan anggota dewan lainnya yakni Agung Laksono disebut menerima suap sebesar Rp 9 miliar dari Rusli yang saat itu juga menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Besar PON XVIII.
Duit diberikan pada periode akhir tahun lalu hingga pertengahan tahun ini. Sedianya, uang tersebut diberikan untuk memuluskan proyek bergengsi tersebut. Gratifikasi tersebut didapat dari rekanan panitia penyelenggara, diantaranya PT Adhi Karya, PT Wijaya Karya, dan PT Pembangunan Perumahan.
Sejak kasus itu merebak pada November tahun lalu, Setya belum ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Hanya Rusli yang divonis hukuman 14 tahun penjara oleh pengadilan pada Maret lalu.