Jakarta, CNN Indonesia -- Gugatan uji materi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah memasuki sidang perdana di Mahkamah Konstitusi, Senin (13/10). Gugatan tersebut diajukan oleh sembilan orang pemohon atas Pasal 1, 2, dan 3 UU tersebut.
"Sesuai dengan hukum acara pada sidang pertama yaitu pemberian nasihat hakim untuk perbaikan permohonan. Tapi tidak ada nasihat karena ini sudah tidak ada obyeknya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat sidang, Senin (13/10).
Pernyataan tersebut disampaikan Arief karena hingga kini UU Pilkada tidak berlaku setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang awal Oktober lalu. Perppu tersebut masih menunggu persetujuan DPR atau menanti hingga maksimal 30 hari kerja. Jika dalam waktu 30 hari setelah Perppu diterbitkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Arief, status UU Pilkada yang belum jelas karena masih menanti Perppu membuat kemungkinan terjadi pencabutan gugatan uji materi. ""Bisa ada dua kemungkinan setelah persidangan, para pemohon bisa mencabut kembali permohonannya atau masih diteruskan dengan konsekuensi objek permohonannya sudah tidak ada," ujar Arief.
Hakim Konstitusi Muhammad Alim mengatakan, UU Pilkada otomatis dicabut saat Perppu berlaku. Terkait materi gugatan, dalam permohonan yang diterima MK pemohon tidak mencantumkan UU dari pasal yang diuji. "Hanya ada pasalnya saja," kata Alim.
Menanggapi uraian hakim, para pemohon mengambil sikap sendiri. Mayoritas pemohon mencabut gugatan, yaitu Koalisi Perempuan Indonesia, Ketua Umum Relawan Pro Jokowi Budi Arie Setiadi, Kurniawan Nugroho, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), dan sejumlah individu.
"Memang betul MK tidak memiliki kewenangan, maka kami akan mencabut. (Kalau pun diteruskan) saya bisa menyatakan rapat permusyawarakatan Hakim Konstitusi akan menyatakan permohonan pemohon gugur demi hukum," ujar Sirra Prayuna, kuasa hukum salah satu pemohon Budhi Sutarjo usai sidang di Gedung MK.
Pengacara senior yang juga perwakilan Partai Nasional Demorkat Otto Cornelis Kaligis sebagai salah satu pemohon memastikan pihaknya akan tetap melanjut permohonan gugatan tersebut. "Kami menyusun ini ada dasar filosofi, teori dan undang-undangnya. Kami dari Partai NasDem akan meneruskan," ujar kuasa hukum pemohon, Purwaningtyas.
Diketahui, Jumat dini hari (26/9), parlemen mengesahkan UU Pilkada yang menetapkan pemilihan kepala daerah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Presiden lantas meneken Perppu Pilkada untuk menganulir pasal yang menyatakan pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Dengan demikian, belum ada pasal yang dapat digugat ke MK hingga ada kepastian apakah Perppu tersebut berlaku atau sebaliknya.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Katolik Parahyangan Asep Warlan yusuf berpendapat, "UU sudah dibatalkan oleh Perppu, apa lagi yang akan diuji?" tandas Asep kepada CNN Indonesia.
Menurut Asep, pasal yang dapat digugat ke MK adalah hukum positif atau hukum yang sedang berlaku. "Jadi seharusnya yang digugat itu Perppu, bukan UU Pilkada, karena Perppu setara kedudukannya dengan UU," ucap guru besar ilmu hukum tersebut.
Terkait gugatan OC Kaligis, Asep mengatakan, "Pasti mahkamah menggugurkannya karena pasal yang diuji tidak ada," ujarnya.